pengakuan dan perlindungan ham mengandung arti

Pengakuandan perlindungan terhadap keberadaan masyarakat adat dalam Pasal 18 B ayat 2 dan Pasal 28 I ayat 3 UUD - 1945 menegaskan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan - kesatuan masyarakat hukum adat dengan hak - hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia. Postson the tag Pengakuan dan perlindungan HAM memiliki arti bahwa. Posts on the tag Pengakuan dan perlindungan HAM memiliki arti bahwa. toptenid.com. Top Lists; Kiat Bagus; Yang; Cara Belajar; Apa; Tuliskan sebagai bilangan berpangkat dengan bilangan pokok 2 ⁵√1/8 Jarak rumah andi ke sekolah 10km apabila andi sekolah naik sepedah 10m Penindasanterhadap HAM berarti pelanggaran terhadap HAM. Pengakuan oleh orang-orang lain maupun oleh negara ataupun agama tidaklah membuat adanya HAM itu. Demikian pula orang-orang lain, negara dan agama tidaklah dapat menghilangkan atau menghapuskan adanya HAM. Hakmemperoleh keadilan tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 D ayat 1 yang menyebutkan bahwa "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Jaminan atas hak-hak kebebasan pribadi juga tercantum Jawabannyaadalah kemanusiaan. Pancasila mengandung nilai kemanusiaan. Yang memiliki arti bahwa manusia memiliki derajat yang sama serta memiliki hak dan kewajiban yang sama serta adanya pengakuan akan harkat dan martabat manusia dan perlindungan HAM . Pada hakekatnya, manusia adalah mahluk sosial yang berbudaya dan beradab. Wo Kann Ich Am Besten Frauen Kennenlernen. - Hak dan kewajiban asasi manusia dalam sila 1 Pancasila memuat soal hak memeluk agama serta saling menghormati antarumat dari modul PPKn Harmonisasi dan Hak Kewajiban Asasi Manusia Dalam Perspektif Pancasila 2020 18, hak asasi manusia merupakan hak dasar dari masing-masing individu yang ada di dunia sebagai seorang manusia, tanpa melihat latar belakang suku bangsa, agama, ras, maupun golongan. Karena bersifat universal, hak-hak ini sudah ada semenjak seorang individu lahir, sehingga tidak dapat diperjualbelikan atau diberikan dalam bentuk apa pun. Di dalam Pancasila, terkandung tiga kategori nilai yang masing-masing melindungi hak asasi manusia secara universal, yang terdiri dari nilai ideal atau nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis. Nilai dasar atau nilai ideal di Pancasila dapat ditemukan dalam pembukaan UUD 1945 dan lima sila yang ada di Pancasila. Nilai dasar juga bersifat kekal dan tetap, yang memiliki arti bahwa nilai-nilai tersebut melekat pada kehidupan bermasyarakat. Nilai instrumental merupakan bentuk penjabaran dari nilai-nilai dasar Pancasila. Artinya, nilai instrumental memiliki penjabaran secara spesifik dan khusus terkait hak-hak yang ada di masyarakat. Selain itu, nilai instrumental dijadikan pedoman dari pelaksanaan sila-sila di Pancasila. Nilai praksis merupakan pengimplementasian dari penjabaran nilai-nilai instrumental dan penetapan nilai-nilai dasar pada nilai ideal. Selain itu, nilai praksis lebih bersifat fleksibel, artinya, nilai praksis dapat berkembang dan berubah menyesuaikan dengan zaman. Contoh Hak dan Kewajiban Asasi Manusia dalam Sila 1 Pancasila Hak dan kewajiban asasi manusia dalam nilai ideal atau dasar Pancasila sila 1 yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” berkaitan erat dengan jaminan akan hak kemerdekaan untuk memeluk agama, melaksanakan ibadah, dan menghormati perbedaan hak asasi manusia dalam nilai ideal sila 1 Pancasila1. Hak asasi melakukan ibadah menurut keyakinannya masing-masing;2. Hak kemerdekaan beragama bagi setiap orang untuk memilih serta menjalankan agamanya masing-masing;3. Hak bebas dari pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama. Sementara Hak dan kewajiban asasi manusia dalam nilai praktis sila 1 Pancasila berkaitan dengan realisasi dan aplikasi nilai-nilai dasar dalam kehidupan sehari-hari. Hak asasi manusia dalam nilai praksis Pancasila dapat terwujud apabila setiap warga negara menunjukkan sikap positif dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa contoh sikap positif yang dapat ditunjukkan warga negara terkait dengan sila 1 Pancasila antara lain sebagai berikut1. Hormat-menghormati dan bekerja sama antarumat beragama sehingga terbina kerukunan hidup;2. Saling menghormati kebebasan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya;3. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang Asasi Manusia dalam Sila 2-5 Pancasila Setiap sila memiliki keterkaitan perlindungan HAM. Hubungan HAM, hubungan HAM dengan sila lainnya dalam Pancasila dapat dijabarkan sebagai berikut Hubungan HAM dengan sila ke-2 di Pancasila memiliki kaitan terhadap kedudukan masyarakat Indonesia di hadapan hukum. Pada sila ini, setiap orang memiliki hak yang sama di hadapan hukum. Pada sila ke-2 juga menjamin bahwa setiap orang mendapatkan hak berupa jaminan dan perlindungan hukum yang HAM dengan sila ke-3 yaitu mengandung makna penempatan akan kesatuan, kepentingan, atau pun keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Hubungan HAM dengan sila ke-4 digambarkan sebagai kehidupan berbangsa dan bernegara yang menganut sistem secara demokratis. Artinya, pada kehidupan bernegara, pemerintahan, bermasyarakat, semuanya memiliki hak yang sama tanpa adanya memprioritaskan kepentingan suatu golongan atau individu tertentu. Hubungan HAM dengan sila ke-5 berkaitan dengan adanya pengakuan terkait hak-hak sosial yang ada di lingkup masyarakat yang dilindungi oleh negara, seperti hak untuk mendapatkan layanan kesehatan yang layak, jaminan sosial, dan lain sebagainya. Undang-Undang yang Menjamin HAM di Indonesia Sebagai pelindung hukum yang dapat menjamin hak asasi manusia dapat diklaim dan dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat, Undang-undang yang mengatur penjaminan hak asasi manusia terdiri dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terutama Pasal 28A – 28J tentang Hak Asasi Manusia. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Ketentuan dalam Undang-undang organik yang mengatur perundang-undangan akan penjaminan hak asasi manusia Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 1 tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindugnan terhadap Korban dan Saksi dalam pelanggaran HAM yang berat dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2003 tentang Kompensasi, Restitusi, Rehabilitasi, terhadap Korban Pelanggaran HAM berat. Ketentuan dalam Keputusan Presiden atau Kepres, yaitu Keputusan Presiden Nomor 50 tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Keputusan Pesiden Nomor 83 tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan untuk Berorganisasi, Keputusan Presiden Nomor 31 tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan HAM. Baca juga Hak dan Kewajiban Asasi Manusia dalam Nilai Dasar Pancasila Hak dan Kewajiban Asasi Manusia dalam Nilai Praksis Pancasila - Pendidikan Kontributor Marhamah Ika PutriPenulis Marhamah Ika PutriEditor Yantina Debora Jakarta - Hak Asasi Manusia HAM adalah hak dasar yang dimiliki setiap orang. Jaminan kebebasan HAM telah diatur melalui beberapa pasal dalam UUD UU Nomor 39 Tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. HAM juga merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat bersifat universal. Artinya, dimiliki oleh setiap orang tanpa memandang suku, agama, ras, atau golongan. Dikutip dari buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan oleh Muhammad Ridha Iswardhana, hak asasi manusia dicirikan dengan beberapa hal sebagai berikut1. Melekat sejak manusia lahir sebagaimana melekat pada setiap manusia sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Negara, aturan hukum, dan setiap orang wajib memberikan penghormatan dan perlindungan serta tidak boleh melakukan pelanggaran terhadap hak dasar Berlaku bagi setiap orang tanpa memandang latar belakang suku, agama, ras, dan kelompok Deklarasi Universal HAM yang diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada 10 Desember 1948, hak yang dilindungi dalam deklarasi mencakup hal-hal berikut ini- Hak hidup- Bebas dari perbudakan- Bebas dari penyiksaan dan kekejaman- Persamaan dan bantuan hukum- Pengadilan yang adil- Perlindungan urusan pribadi dan keluarga- Memasuki dan meninggalkan suatu negara- Mendapatkan suaka- Hak kewarganegaraan- Membentuk keluarga- Memiliki harta benda- Kebebasan beragama- berpendapat, berserikat, dan berkumpul- Turut serta dalam pemerintahan- Jaminan sosial, pekerjaan, upah layak, dan kesejahteraan- Memperoleh pendidikan dan kehidupan kebudayaanJaminan kebebasan HAM diatur dalam konstitusi. Hak asasi manusia dalam UUD 1945 diatur dalam Pasal 28A-J. Selain itu, HAM turut diatur dalam pasal 27 hingga pasal 34. Berikut 10 pasal yang mengatur tentang HAM1. Pasal 28ASetiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.**2. Pasal 28B1 Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.** 2 Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.** 3. Pasal 28C1 Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.** 2 Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.**4. Pasal 28D1 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.**2 Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.**3 Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.**4 Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.** 5. Pasal 28E1 Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.** 2 Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.**3 Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.**6. Pasal 28FSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.** 7. Pasal 28G1 Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.**2 Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.** 8. Pasal 28H1 Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.**2 Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.** 3 Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.**4 Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.** 9. Pasal 28I1 Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.** 2 Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.**3 Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.**4 Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.** 5 Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.**10. Pasal 28J1 Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.** 2 Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.** ** amandemen keduaNah, itulah beberapa pasal yang mengatur tentang HAM di Indonesia. Ingat baik-baik ya detikers! Simak Video "Google Sediakan 11 Ribu Beasiswa Pelatihan untuk Bangun Talenta Digital" [GambasVideo 20detik] kri/nwy Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Hak Asasi Manusia merupakan hak yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap pribadi manusia sejak lahir. Sedangkan pengertian Hak Asasi Manusia menurut Undang-Undang RI Nomor 39 tahun 1999, adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa setiap manusia memiliki hak asasi manusia masing-masing, namun manusia juga memiliki kewajiban dalam pelaksanaan asasi manusia tersebut. Kewajiban asasi juga dapat diartikan sebagai kewajiban dasar setiap manusia. Menurut ketentuan pasal 1 ayat 2 Undang-Udang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM menyatakan bahwa kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak asasi manusia. Hak dan kewajiban sendiri saling berkaitan dan memiliki hubungan sebab-akibat, misalnya seorang guru memiliki kewajiban untuk mengajari muridnya yang merupakan pekerjaannya, maka guru juga berhak mendapatkan hak untuk memperoleh gaji atas pekerjaannya. Maka dalam contoh tersebut dapat terlihat bahwa dalam pemenuhan kewajiban, maka hak juga akan diperoleh. Selain itu dalam pemenuhan kewajiban pribadi juga dapat berdampak pada pemenuhan hak orang seorang guru memiliki kewajiban untuk mengajari muridnya, sementara muridnya mempunyai hak untuk meperoleh ilmu pengetahuan dari gurunya. Namun terkadang dalam pemenuhan hak dan kewajiban tersebut sering terjadi ketidakseimbangan yang justru terkadang menimbulkan dari itu di Indonesia terdapat penegakan untuk Hak Asasi Manusia yang mengedepankan keseimbangan antara hak dan kewajiban melalui Pancasila. Pancasila menjamin hak dan kewajiban asasi manusia melalui nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai Pancasila tersebut dikategorikan menjadi nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis. Nilai praksis sendiri merupakan realisasi nilai-nilai instrumental suatu pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. HAM dalam nilai praksis Pancasila dapat terwujud apabila nilai-nilai dasar dan instrumental Pancasila itu sendiri dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari oleh seluruh warga, misalnya pada sila pertama setiap warga yang berbeda agama saling menghargai serta tidak memaksakan agama dan kepercayaannya kepada umat agama manusia mempunyai haknya untuk bebas dalam memeluk agama dan kepercayaannya, sedangkan kita tidak boleh melanggar hak yang dimiliki oleh mereka. Bentuk perwujudan dalam sila pertama juga bisa melalui sikap hormat dan bekerja sama dengan umat antar agama. Bentuk kerja sama yang dapat dilakukan bisa berupa ikut memeriahkan hari besar umat agama lain seperti Natal, Paskah, Lebaran, Imlek dan lain-lain dengan begitu maka akan muncul kerukunan antar agama. 1 2 3 4 Lihat Hukum Selengkapnya State is element that crusial in human right enforcement, meintenance in to protet social interest. To protect human right that impelemtation by state difficult enough in impementation because state to face with actions government that to tress pass on human right, maintenance that in connectin with civil rights and political rights. So in this research that happen problem is what factors that so push protect human right, what abstruction that to face n to protect human right in state life in Indonesia and how law formation to protect human right in future. Research methods include kind data, maner tell data and process method and analisys. Data kind to include material primer law, skunder law and tertier law. Tell manner data, that use is methods document study. Process method and data analysis that use in reearch methods normative law. For research can be conclution these are factors that to push protect human right is an know ledge fae principle human right, penness issue, existence middel class. Abstruction that to face in to protect human right because less consciousness society about in important to protect human right. In to do law formation in future that important is factor philosophy, sociology, and yuridis law. Keyword To Protect, Human Right, State. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free KAJIAN YURIDIS TENTANG PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA DALAM KEHIDUPAN BERNEGARA DI INDONESIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA Yang Meliana Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Perguruan Tinggi Bangka Pangkalpinang Jl. Usman Ambon No. 9, Pangkalpinang 33123 Telp 0717 438000, Fax 0717 438000 Email yangmeliana259 ABSTRACT State is element that crusial in human right enforcement, meintenance in to protet social interest. To protect human right that impelemtation by state difficult enough in impementation because state to face with actions government that to tress pass on human right, maintenance that in connectin with civil rights and political rights. So in this research that happen problem is what factors that so push protect human right, what abstruction that to face n to protect human right in state life in Indonesia and how law formation to protect human right in future. Research methods include kind data, maner tell data and process method and analisys. Data kind to include material primer law, skunder law and tertier law. Tell manner data, that use is methods document study. Process method and data analysis that use in reearch methods normative law. For research can be conclution these are factors that to push protect human right is an know ledge fae principle human right, penness issue, existence middel class. Abstruction that to face in to protect human right because less consciousness society about in important to protect human right. In to do law formation in future that important is factor philosophy, sociology, and yuridis law. Keyword To Protect, Human Right, State. ABSTRAK Negara merupakan elemen yang krusial dalam penegakan Hak Asasi Manusia, terutama dalam melindungi masyarakat. Perlindungan Hak Asasi Manusia yang dilaksanakan oleh Negara cukup sulit dilaksanakan karena Negara dihadapkan pada suatu situasi, di mana Negara yang seharusnya berkewajiban melindungi Hak Asasi Manusia harus berhadapan dengan tindakan-tindakan pemerintah yang mempunyai kecenderungan melanggar Hak Asasi Manusi, terutama yang menyangkut hak-hak sipil dan hak-hak politik, sehingga dalam penelitian ini menjadi permasalahan adalah faktor-faktor apakah yang menedorong perlindungan Hak Asasi Manusia, hambatan-hambatan apakah yang dihadapi dalam melaksanakan perlindungan Hak Asasi Manusia dan bagaimanakah penataan hukum tentang HAM di masa mendatang. Jenis penelitian penulis ini adalah penelitian kepustakaan dengan pendekatan yuridis normatif. Metode pengelolaan dan analisis data yang dipergunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mendorong perlindungan Hak Asasi Manusia yaitu pengakuan terhadap prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia, isu keterbukaan, keberadaan kelas menengah. Hambatan-Hambatan yang dihadapi dalam melakukan perlindungan Hak Asasi Manusia, yaitu kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan Hak Asasi Manusia. Dalam melakukan perlindungan Hak Asasi Manusia yang perlu diperhatikan adalah faktor filosofis, sosiologis, dan yuridis. Kata Kunci Perlindungan, Hak Asasi Manusia, Negara. A. Pendahuluan Indonesia merupakan negara hukum yang mana di dalam negara hukum selalu ada pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Semua manusia akan mendapat perlakuan yang sama kedudukannya dalam hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Termasuk juga hak seorang anak ini semua telah di atur di dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 28B ayat 2 yang berbunyi “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekersan dan diskriminasi”. Dapat terlihat jelas bahwa di negara Republik Indonesia dijamin adanya perlindungan hak asasi manusia berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum dan bukan kemauan seseorang atau golongan yang menjadi dasar kekuasaan. Hak Asasi Manusia HAM adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu-gugat oleh siapapun. Setiap warga memiliki kewajiban untuk menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan dan lain sebagainya. Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak memperhatikan hak orang lain, maka yang terjadi adalah benturan hak atau kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada Pancasila, yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketetntuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara mutlak tanpa memperhatikan hak orang lain. Didi Nazmi. Konsepsi Negara Hukum. Angkasa Raya Padang. 1992. hlm 50. Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidakterpisah dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusian, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan. Di Indonesia sendiri HAM dilindungi melalui berbagai macam Undang-undang namun secara khusus dilindungi oleh Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Indonesia sendiri juga telah meratifikasi berbagai instrument HAM Internasional. Di Indonesia sendiri, hak asasi manusia sebenarnya tidak dapat di pisahkan dengan pandangan filsafat Indonesia yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 UUD NKRI 1945 yang dinyatakan dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 “Kemerdekaan adalah hak segala bangsa”. Dalam pernyataan ini terkandung jelas pengakuan secara yuridis hak asasi manuia tentang kemerdekaan sebagaimana yang terkandung dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa Pasal 1. Hal yang kontras adalah di satu pihak sebagai das sollen adanya kesadaran dan usaha serta perjuangan untuk menegakkan hak-hak asasi manusia, namun di lain pihak terdapat das sein yang dalam praktik kehidupan sehari-hari terdapat ketidakseimbangan antara das solen dan das sein itu, karena adanya tindakan, kegiatan atau tingkah laku yang terasa oleh masyarakat justru sebagai perkosaan terhadap hak-hak asasi manusia. Dengan proses seperti itu maka jelas bahwa usaha untuk menegakkan hak-hak asasi manusia serta usaha untuk menghilangkan perkosaan hak-hak asasi manusia adalah tugas dan tanggung jawab dari seluruh umat manusia secara umum dan menjadi tanggung jawab dari pemerintah baik dari bidang eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sesunguhnya sejarah hak-hak asasi manusia adalah sama tuanya dengan sejarah umat manusia itu sendiri, karena hak-hak asasi manusia melekat dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah umat perundangan-undangan dalam hukum publik seringkali disorot rawan melanggar Hak Asasi Manusia, sehingga dalam hal penerapannya harus hati-hati, ketentuan hukum publik yang dimaksud adalah hukum hukum pidana di Indonesia mengenal adanya sanksi pidana yang terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok dibagi lagi menjadi pidana mati, pidana penjara, kurungan, dan denda. Sedangkan untuk pidana tambahan dibagi lagi menjadi pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan Martiman Prodjohamidjodjo, kebebasan dan kemerdekaan bukan hanya hak segala bangsa, akan tetapi hak dari setiap manusia. Kebebasan dan kemerdekaan karena nilainya sangat tinggi dan merupakan milik dari setiap insani, maka berbagai Undang-undang memberikan perlindungan secara khusus terhadap kebebasan dan kemerdekaan manusia Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberdaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dijunjung oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Jadi, Hak Asasi Manusia HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki manusia yang dibawanya sejak lahir yang berkaitan dengan martabat dan harkatnya sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang tidak boleh dilanggar, dilenyapkan oleh siapa pun Maslah Penahanan dan Djaminan Hak-Hak Azasi Manusia Jakarta Nasional,1996 Darwan Prints, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Jakarta Djambatan, 1989, Indonesia, Undang-Undang No. 18 Tahun 1988 Tentang Kitab Undang-Undang HukumPidana, LN No. 136 Tahun 1988, TLN No. 4152, pasal 10. Martiman Prodjohamidjojo, Penangkapan dan Penahanan, Jakarta Ghalia Indonesia,1982, Berhubung hak asasi manusia merupakan hak-hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, maka perlu dipahami bahwa hak asasi manusia tersebut tidaklah bersumber dari Negara dan hukum,tetapi semata-mata bersumber dari Tuhan sebagai pencipta alam semesta beserta isinya,sehingga hak asasi manusia itu tidak bisa dikurangi non derogable rights.Tidak terkecuali seorang anak yang masih dibawah tanggung jawab orang tuanya. Dalam pasal 17 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia diatur bahwa setiap orang tanpa diskriminasi berhak untuk memperoleh keadilan serta diadili melalui proses peradilan yang bebas serta tidak memihak, oleh karena itu perlu ditekankan adanya keadilan dalam mengadili seseorang. Pembahasan mengenai sendi-sendi tata hukum akan didasarkan pada pembidangan hukum publik dan hukum perdata, serta hukum material dan hukum formil. Yang akan dibahas adalah tentang pembagian dalam hukum publik yang dalam hal ini adalah hukum pidana. Hukum pidana yang berlaku di Indonesia sekarang adalah hukum pidana yang telah dikodifikasi, yaitu sebagian besar aturan-aturannya telah disusun dalam satu Kitab Undang-undang wetboek, yang dinamakan Kitab Undang-undang Hukum pembagian dalam hukum pidana, maka ada pembagian hukum pidana yang membagi antara hukum pidana materiil dan hukum pidana terjadi pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia misalnya kasus yang sedang hangat-hangatnya di bicarakan yaitu tentang pencurian sendal jepit yang dilakukan oleh anak di bawah umur dan diadili dengan ancaman pidana yang sangat memberatkan. Dapat terlihat jelas bahwa kurangnya perlindungan hak asasi manusia terhadap anak pelaku Rozali Abdullah. Perkembangan HAM dan keberadaan Peradilan HAM di Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta. 2001. hal 10 Soerjono Soekanto, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum Bandung Citra Aditya Bakti, 1993, Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana Jakarta Rineka Cipta, 2002, Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Bandung Citra Aditya Bakti, 1997, tindak pidana. Tidak hanya itu di dalam penjara sendiri perlindungan hak asasi terhadap anak pun menjadi lolos pantauan ini terbukti dengan di temukannya kakak beradik yang gantung diri di dalam rumah tahanan itu sendiri. Bukan hanya anak sebagai pelaku tindak pidana yang menjadi perhatian untuk diberikan hak asasi manusianya tapi juga anak sebagai objek dari pelanggran hak asasi manusia itu sendiri. Misalnya saja memperkerjakan anak menjadi pembantu rumah tangga dan tidak sedikit diantaranya menjadi korban kekerasan oleh majikannya sendiri. Menurut Organisasi Perburuhan Internasional Internasional Labor Organization , terdapat sekitar 200 juta anak-anak bekerja atau aktif secara ekonomi di luar rumah karena kemiskinan atau pasca reformasi, yang sedang berlangsung di Indonesia sekarang ini, merupakan upaya yang tepat untuk menata kembali sistem hukum nasional sebagai upaya yang rasional dan sistematis untuk mengaktualisasikan nilai-nilai dasar demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Nilai-nilai dasar demokrasi tersebut adalah konsistensi untuk selalu transparan dalam pengambilan keputusan politik, penegakan supremasi hukum, promosi dan perlindungan Hak Asasi Manusia, peradilan yang bebas dan tidak memihak, penciptaan norma-norma hukum yang asfiratif, tidak menjadikan hukum sebagai alat kekuasaan politik, pemerintahan yang efisien, efektif dan tunduk pada aturan hukum good governance, pers yang bebas, serta sistim pemilihan umum yang jujur dan adil. Upaya ke arah itu tentunya harus disertai dengan penyelesaian kasus-kasus yang telah terjadi selama rezim Orde Baru berkuasa dan berbagai tindak kekerasan yang terjadi pasca pemerintahan Orde Baru. Penyelesaian kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang banyak menimbulkan korban, merupakan bentuk perlindungan hukum yang akan memberikan jaminan akan adanya pengadilan terhadap pelaku pelanggaran hak asasi manusia. ILO, “IPEC Programme Document”, 1993, hal. 4 Kondisi penegakan dan perlindungan hak asasi manusia semakin memprihatinkan, terutama semakin marak terjadinya pelanggaran HAM berat. Penyelesaian kasus Tanjung Priok, Aceh, Semanggi I, Semanggi II belum dapat diselesaikan, hal ini disebabkan oleh tidak adanya perlindungan hukum yang memadai untuk dapat mengadili para pelaku kejahatan pelanggaran HAM tersebut. Orde Baru, yang berkuasa selama 32 tahun, telah banyak dicatat melakukan pelanggaran HAM karena perilaku negara dan aparatnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia KOMNAS HAM menyebutkan bahwa pemeirntah perlu menuntaskan segala bentuk pelanggaran HAM yang pernah terjadi sebagai akibat pelanggaran HAM yang berbentuk aksi kekerasan massa, konflik antar etnis yang banyak menelan korban jiwa, dan pembumihanguskan di Timor-Timur pasca jajak pendapat terus terjadi. Pelanggaran Hak Asasi Manusia, terutama pada era Ore Baru, terjadi karena tampilnya sistem politik yang tidak demokratis yang kemudian membuka peluang bagi penguasa, termasuk para penegak hukum, untuk melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia melalui celah-celah Hak Asasi Manusia juga disebabkan oleh kesadaran hukum masyarakat yang rendah dan suka main hakim sendiri eigenrichting. Hal ini dilatarbelakangi oleh rasa tidak puas masyarakat terhadap kebijakan pemerintah, perlakuan yang tidak adil aparat pemerintah, dalam hal ini adalah penegak hukum. Oleh karena itu, dalam melakukan perlindungan HAM ada tiga faktor penting yang perlu diperhatikan, yaitu para penguasa, termasuk aparat penegak hukum, harus melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana mestinya, dibentuknya peraturan-peraturan yang mengatur HAM, dan adanya kesadaran masyarakat. Pelanggaran HAM terjadi adanya ketimpangan antara nilai-nilai yang diharapkan dengan nilai-nilai kapabilitas yang diperlukan untuk meraih suatu harapan. Kekecewaan warga terhadap depriviasi dan perlakuan yang tidak adil merupakan motif utama munculnya pelanggaran HAM. Pada Moh. Mahfud, MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia Studi tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan, Rineka Cipta, Jakarta, 2000. dasarnya, masalah HAM diiringi dengan perubahan-perubahan masyarakat dan tidak dapat dipisahkan dari realitas sosial yang terus berkembang. Dalam perkembangannya hal ini akan selalu bersentuhan dengan persoalan politik. Namun, sebagai bagian dari realisasi sosial HAM dalam kehidupan bernegara harus memberikan kepastian hukum yang melandasi realisasi perlindungan dengan berprinsip pada moralitas dan keadilan. Selama rezim politik Orde Baru, institusi-institusi keadilan mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, hingga Pengacara telah terkoordinasi di bawah kepentingan politik tentara dan pemerintah. Institusi tersebut tidak dapat bekerja secara impartial dan fairness sebagaimana yang dituntut terhadap institusi-institusi tersebut. Hal ini semula telah memustahilkan institusi keadilan itu dapat melakukan pengawasan dan penghukuman terhadap aparat kekuasaan Negara yang melakukan pelanggaran HAM, dan karena itu, memustahilkan pula korban kejahatan mendapatkan negara, untuk melembagakan perlindungan HAM para warga, sangat diperlukan karena negara terbentuk atas dukungan rakyat yang menjadi warga negara setelah negara menjadi kesatuan system kemasyarakatan yang mempunyai kewenangan untuk melembagakan perlindungan HAM. Namun, kewenangan itu tidak menyempitkan arti dan makna hakiki HAM yang secara kodrati melekat pada setiap manusia sebagai mahkluk Tuhan. Selain itu, dalam melakukan perlindungan HAM, harus dilandasi oleh hukum yang bersendikan moral dan keadilan. Beberapa instrument hukum yang dibentuk oleh pemerintah dalam mewujudkan perlindungan HAM adalah Undang-undang dasar 1945, baik amandemen pertama maupun kedua mengatur tentang HAM, Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM yang merupakan kunci dalam menyelesaikan pelanggaran HAM, terutama pelanggaran HAM berat. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM mempunyai karakteristik yang sangat berbeda dengan hukum pidana umum yang di Ifdhal, Kasim, Dimensi-dimensi HAM pada Administrasi Keadilan, ELSAM, Jakarta, 2000. Hal. XV. dalamnya ada beberapa penyimpangan asas hukum pidana umum dan hukum acara pidana. Penyimpangan ini merupakan upaya untuk membuat aturan hukum pidana maupun mengadili pelaku pelanggaran HAM secara komprehensif dan adil. Komprehensif dan adil di sini maksudnya, adalah tidak ada lagi pelaku pelanggaran HAM, baik masa lalu maupun masa yang akan datang yang lolos dari peradilan dan penghukuman karena lemahnya sistem hukum. Hak asasi manusia menurut alinea kedua Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang secara kodrati sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang melekat dan dimiliki setiap manusia, bersifat universal dan abadi, meliputi hak hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan dan kesejahteraan oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Manusia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa berupa akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk yang akan mengarahkan dan membimbing sikap dan perilaku dalam menjalani kehidupannya. Dengan demikian maka manusia memiliki budi sendiri dan karsa yang merdeka secara sendiri, manusia memiliki martabat dan derajat yang sama, maka manusia memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama pula. Derajat manusia yang luhur human dignity, nilai-nilai manusia yang luhur berasal dari Tuhan sebagai sang pencipta. Dengan akal budi dan nuraninya tersebut, maka manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya. Di samping itu, untuk mengimbangi kebebasan tersebut manusia memilki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya. Kebebasan dan hak-hak dasar itulah yang disebut dengan hak asasi manusia yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak tersebut tidak dapat diingkari, oleh sebab itu pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari harkat dan martabat manusia. Negara, pemerintah, atau organisasi apapun mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa terkecuali. Ini berarti bahwa hak asasi manusia harus selalu menjadi titk tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, menyatakan bahwa sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku yang tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnis, ras, warna, kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin, dan status sosial yang lain. Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia, baik yang bersifat vertikal dilakukan oleh aparat negara terhadap warga negara atau sebaliknya maupun horizontal antar warga negara sendiri dan tidak sedikit yang masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat grossviolation of human rights. Kewajiban menghormati hak asasi manusia tercermin dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama yang berkaitan dengan persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu, serta hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dan tersurat dalam Pasal 28A sampai Pasal 28Y Undang-undang Dasar 1945 yang yang mengatur tentang hak asasi manusia. Pada kenyataannya selama lebih dari enam puluh tahun usia Repubilk Indonesia, pelaksanaan penghormatan, perlindungan, atau penegakkan hak asasi manusia jauh dari memuaskan. Penjelasan umum Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia juga mengungkapkan bahwa peristiwa-peristiwa berupa penangkapan yang tidak sah, penculikan, pemberangusan mengemukakan pendapat, pengniayaan, perkosaan, penghilangan paksa, pembakaran rumah tinggal dan tempat ibadah, penyerangan pemuka agama. Selain itu, terjadi pula penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik dan aparat negara yang seharusnya menjadi penegak hukum, pemelihara keamanan, dan pelindung rakyat, tetapi justru mengintimidasi, menganiaya, menghilangakan paksa dan atau menghilangkan nyawa, tidak dapat dipungkiri bahwa pelanggara-pelanggaran tersebut masih terjadi. Meskipun dalam tata urutan perundang-undangan yang terbaru Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat telah dihapus, yaitu diatur Pasal 7 dalam Undang-undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Jenis dan Hierarki Perundang-undangan Indonesia, pelaksanaan kewajiban yang diatur dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, pertama kali dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/II/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Selain itu pengaturan mengenai hak asasi manusia pada dasarnya sudah tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-undang yang mengesahkan berbagai konvensi internasional mengenai hak asasi manusia. Konteks sejarah diadopsinya Deklarasi Pembela HAM membawa perdebatan paradoksitas antara relasi negara sebagai pemangku kewajiban duty bearer untuk melaksakan penegakan dan perlindungan HAM, namun di lain sisi negara berpotensi untuk menjadi sumber utama dari masifnya pelanggaran HAM human rights violator. Upaya penegakan dan perlindungan HAM justru kerap dilakukan oleh aktor-aktor non negara yangmelakukan aktivitas pemantauan HAM, pengungkapan praktik-praktik pelanggaran HAM, hingga memberikan masukan konstruktif kepada negara melalui institusi-institusi negara dalam upaya mendorong fungsi pemenuhan kewajiban HAM, termasuk bagaimana negara mampu memenuhi tanggung jawabnya dalam mendorong pemenugan hak-hak khusus juga telah meletakkan kategori-kategori hak asasi yangmenjadi penyangga utama dalam karakter perlindungan bagi para Human Rights First, Protecting Human Rights Defenders; Analysis of Newly Adopted Declaration on Human Rights Defenders, pembela HAM. Kategori pertama adanya pengakuan bahwa setiap orang berhak atas “Kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tangpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas wilayah”.Kategori kedua adanya pengakuan bahwa setiap orang memiliki hak atas “kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai”.Kedua kategori ini diturunkan ke dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik International Covenant on Civil and PoliticalRights yang memiliki karakteristik mengikat secara hukum legally binding bagi negara-negara yang telah meratifikasinya. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka untuk memayungi seluruh peraturan perundang-undangan yang sudah ada, perlu dibentuk Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia, oleh sebab itu maka dibentuklah Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Dengan dibentuknya Undang-undang ini agar terdapat sumber hukum yang tegas dalam mengatur pelaksanaan penegakkan dan perlindungan terhadap HAM di Indonesia. Dalam sejarah perkembangannya pada dasarnya Hak Asasi Manusia dapat dicakup dalam beberapa bidang, yaitu 1. Hak asasi manusia bidang sipil seperti hak hidup, hak warga negara, hak mengembangkan diri, hak-hak wanita, dan hak-hak anak. 2. Hak asasi manusia bidang politik seperti turut serta dalam pemerintahan, hak mengeluarkan pendapat atau pikiran, hak untuk berserikat dan lain-lain. 3. Hak asasi manusia bidang sosial seperti hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan dan lain-lain. 4. Hak asasi manusia bidang budaya seperti hak untuk memeluk, menjalankan ibadah menurut agama atau kepercayaan, hak untuk mengembangkan budaya dan lain-lain Puslitbang Diklat Mahkamah Agung RI, 2001 131. DUHAM, Pasal 20. Kedua kluster hak-hak asasi ini Pasal 19 dan 20 dianggap sebagai pilar suatu masyarakat demokratis. Kewajiban dan tanggung jawab negara, dalam hal ini Pemerintah terhadap pelaksanaan dan penegakkan HAM, mengingat perlindungan hak asasi manusia adalah menjadi kewajiban dan tanggung jawab negara yang dilakukan Pemerintah, hal tersebut diatur dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Undang-undang tersebut negara wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh Negara Republik Indonesia. Kewajiban dan tanggung jawab negara terhadap penegakkan HAM terutama di bidang sipil dan politik pun, peran negara masih sangat dipertanyakan hal ini dapat dilihat dengan masih banyaknya pelanggaran terhadap hak-hak dibidang sipil yang menyangkut hak hidup, hak warga negara, hak mengembangkan diri, hak wanita dan hak anak-anak. Bidang politik pun yang mencakup hak turut serta dalam pemerintahan, hak mengeluarkan pendapat atau pikiran serta hak untuk berserikat masih terjadi pelanggaran. Hal tersebut terjadi karena masih lemahnya negara dalam pelaksanaan kewaiban dan tanggung jawabnya terhadap HAM terutama di bidang sipil dan politik sebagai mana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. B. Permasalahan 1. Bagaimanakah penataan hukum perlindungan HAM di Indonesia di masa mendatang ? 2. Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Kehidupan Bernegara? C. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum dengan pendekatan yuridis normatif yaitu sebagai pendekatan utama dalam menggali bahan hokum. Metode pengelolaan dan analisis data yang dipergunakan adalah metode penelitian hukum normatif. D. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Penataan Hukum Perlindungan Hak Asasi Manusia di Masa Depan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia DUHAM yang dideklarasikan tanggal 10 desember di istana Chaillot, paris. Bahwa Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang bersifat internasional bisa disimpulkan berdasar argumentasi logis, tetapi bisa juga berdasarkan argumentasi hisroris. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang biasa dipahami sebagai HAM generasi pertama, mendorong lahirnya HAM generasi kedua hak-hak sosial, ekonomi, budaya, HAM generasi ketiga hak-hak kelompok penentuan nasib sendiri, hak atas pembangunan atau perkembangan, hak atas kesehatan dan sebagainya. Oleh karena itu, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia mempunyai prinsip-prinsip perlindungan mengenai HAM, yaitu 1. Prinsip Universalitas Prinsip Universalitas dimaksudkan bahwa Hak Asasi ini adalah milik semua orang karena kodratnya sebagai manusia, sebagaimana tersebut dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Pasal 1 “All human beings” berarti bahwa “everyone” setiap orang” memiliki hak yang sama atau dengan kata lain “no one tiadak seorang pun” boleh diabaikan hak- haknya atau diperlakukan secara berbeda berdasarkan misalnya perbedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik yang dianut, kebangsaan, atau asal usul, tingkat kekayaan, kelahiran, atau status lainnya. Penggunaan istilah yang menunjukan prinsip uversalitas ini juga ditemui di beberapa Konvensi HAM lainya, seperti CCPR menggunakan kata “every human beings” di Pasal 6, kata “every one” di Pasal 9 ayat 1, 12 1, 2, Pasal 14 2, 3 dan 5, Pasal 16, Pasal 17 2, Pasal 18 1, Pasal 19 dan Pasal 22. sedangkan istilah “all person”dipakai di Pasal 10 1, 14 1, 26, “anyone” di Pasal 6 4, Pasal 9 2-5 serta kata “no one” di Pasal 6,7,11,15 dan 17 1. Di Konvensi HAM Amerika American Convention of human rights 1969juga dijumpai hamper di setiap pasal yang secara keseluruhan berjumlah 43 pasal pengguanaan istilah “every one”, “every person”, “any one”, “no one” secara bergantian. Lebih menarik dalam salah satu ketentuan, yaitu Pasal 19 secara khusus disebut istilah “every minor child” yang menunjukan bahwa secara eksplisit dan tegas hak anak kecil diperhatikan sebagai bagian dari keluarga, masyarakat, dan Negara Amerika Serikat dalam Konvensi HAM Amerika ini, sedangkan dalam African CharterHuman Rights and People’s Rights di beberapa Pasal yang berjumlah 51 pasal menggunakan istilah yang sedikit berbeda yaitu “every individual” dan “all peoples”. Istilah-istilah tersebut di atas juga digunakan di UU HAM No. 39 Tahun 1999. 2. Prinsip setiap orang memiliki hak yang sama equality dan tanpa diskriminasi bahwa setiap orang yang dilahirkan secara bebas dan memiliki hak yang sama tanpa dibeda-dibedakan karena alasan tertentu. Secara bebas dan memiliki hak yang sama ini artinya bahwa semua orang tidak boleh dibeda-bedakan berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahsa, agama, politik yang dianut, kebangsaan, atau asal usul, tingkat kekayaan, kelahiran, atau status yang lainnya. Hal ini bisa kita lihat dalam DUHAM Pasal 1 “All human beings are bom free and equal in dignity and rights…”. Begitu pula yang disebutkan dalam CESCR Pasal 2 “…everyone is entitled to all rights and freedoms set forth in this declaration, without dinstintion of any kind, such as race, colour, sex, language, religion, political, ...”. Perlindungan HAM di benua Eropa, Amerika, dan Afrika, prinsip equality ini juga diadopsi secara jelas. Di Amerika misalnya, berdasarkan konvensi HAM Amerika American Convention on Human Rights 1969 pada bagaian pembukaan menyadari bahwa HAM bukan diturunkan oleh Negara dimana dia menjadi warga Negara tapi didasarkan karena dirinya sebagai manusia dan oleh karenanya menurut konvensi ini setiap hak dari manusia tersebut dijamin perlindungannya secara internasional oleh Hukum Nasional di Amerika Serikat. Jadi jelas bahwa menurut konvensi HAM AS, setiap orang yang berada di wilayah AS berhak mndapatkan perlindungan haknya secara sama semata-mata karena mereka sebagai manusia meskipun orang-ornag tersebut memiliki atau berasal dari kebangsaan yang bebeda. Begitu pula di negara Eropa melalui European Social Charter UU Sosial Eropa yang disahkan di Turin pada 18 Oktober 1961, pada Alinea III, meskipun tidak menyebut secara tegas mengenai “human rights” melainkan memakai istilah yang lebih sempit yaitu “Social Rights”, namun jelas bahwa pelanggaran diskriminasi karena alsan tertentu tidak dibenarkan dalam UU ini, artinya bahwa setiap orang harus diperlakukan secara sama oleh Pemerintah yang menandatnagani UU ini dan menjadi anggota dari komisi Eropa ini. Sementara itu, menurut African Charter on Human Rights and People’s rights UU Afrika tentang HAM dan Hak-Hak Asasi Manusia pada bagian pembukaan Alinea III dinyatakan bahwa dengan memperhatikan pentingnya persatuan di Afrika maka kebebasan, persamaan, keadilan, pengakuan merupakan tujuan yang terpenting dalam rangka mencapai legitimasi dari aspirasi seluruh rakyat Afrika. Jadi pengakuan prinsip equality dalam perlindungan HAM di Afrika juga dianggap sangat penting guna menuju persatuan rakyat Afrika yang lebih solid. Di Negara Islam seperti Arab Saudi, menurit The Arab Charter of Human Rights yang disahkan pada tanggal 15 September 1994, pada Pembukaan Alenia II menyatakan bahwa dalam hal pengakuan terhadap prinsip equality setiap manusia diakui dalam Konvensi ini sebagai bagian dari upaya tanpa henti dalam mencapai prinsip yang telah ada dalam hukum Islam termasuk hidup berdampingan dengan beda agam. Sedankan prinsip “tanpa diskriminasi” secara tegas dinyatakn dalam Bagian Kedua pasal 2 bahakan secara eksplisit pelanggaran diskriminasi terhadap pria dan wanita. 3. Prinsip Pengakuan Indivisibility and Interpendence of different rights Dalam rangka memenuhi HAM maka tidak dapat dipisahkan antara pemenuhan hak-hak sipil dan politik dengan pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya karena ruang lingkup dari kedua bidang hak ini saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan memastikan pemenuhan standart minimal yaitu hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya adalah sangat penting dalam upaya menjamin dapat menikmati hak-hak sipil dan politik. Sebaliknya pembangunan hak-hak sipil dan pembangunan hak-hak sipil dalam politik tidak juga tidak dapat dilepaskan dari pemenuhan hak- hak ekonomi, sosial dan ini sebagaimana dinyatakan dalam African Charter on Human Rights and People’s Rights pada Pembukaan Alinea 9. Prinsip-prinsip perlindungan HAM dalam UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 dan UU Tahun 2000, perlindungan Hak Asasi Manusia sudah menjadi asas pokok dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Hal ini terbukti dari pernyataan UUD Republik Indonesia 1945 dalam pembukaannya di Alinea pertama yang menyatakan bahwa “Kemerdekaan ialah hak segala bangsa, maka penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan“. Hal ini berarti adanya freedom to free’ yaitu kebebasan untuk merdeka, dan pengakuan atas perikemanusiaan telah menjelaskan bahwa Bangsa Indonesia mengakui adanya Hak Asasi manusia. Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Kehidupan Bernegara. Hak Asasi Manusia sebagai suatu konsepmoral untuk masyarakat dan bernegara telah lama diperjuangkan baik secara individual maupum Tahun 1215 di Ingris para bangsawan berhasil memaksa aja unutk mengerluarkan Magna Charta liberthan. Piagam yang dikeluarkan oleh Raja Ingris itu barangkali boleh dipandang sebagai paiagam hak asasi yang pertama di dunia, karena didalamnya ditegaskan perlindungan bagi hak Asasi Manusia yaitu larangan terhadap raja untuk melaukan penahanan, penghukuman dan perampasan benda-benda secara sewenang-wenang. Di situ paling tidak secara tegas telah diakui hak untuk bebas dari prilaku kejam dan sewenang-wenang dan perlindungan bagi hak milik. Dengan begitu sebenarnya Magna Charta Liberthahum merupakan prinsip-prinsip moral dan sekaligus hukum yang diharapkan dapat mengendalikan kekuasaan raja. Magna Charta Libertahum merupakan salah satu perundang-undangan hak Asasi Manusia yang lahir sebagai perjuangan rakyat terhadap penguasanya yang juga merupakan pedoman dalam menegakan Hak Asasi Manusia dalam kehidupan bernegara. Pada dasarnya dalam dinamika kehidupan bernegara, ada tiga hal yang tidak bias dilepaskan dan konteks pembicaraan, yaitu, pertama, masyarakat menjadi elemen utama Negara. Kedua, Negara yang menjadi institusi organisasi kekuasaan dan merupakan wadah ekspresi masyarakat dalam mengartikualasi berbagai adalah akses ayng muncul dari relasi masyarakat dan Negara, dan akses ini berwujud pada masalah hak asasi dari individu yang merupakan bagian dari masyarakat dan bernegara. Hubungan antara masyarakat dan Negara tersebut akan menimbulkan kewajiban untuk mengormati Hak Asasi Manusia. Kalau masyarakat dan Negara tersebut dapat mengimplementasikan penegakan Hak Asasi Manusia sebagaimana mestinya, relasi antara masyarakat dan Negara tidak akan menimbulkan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia yang sangat riskan dan sangat merugikan masyarakat sebagai bagian dari Negara yang merupakan institusi organisasi kekuasaan Perlidungan Hak Asasi Manusia oleh Negara dalam konsep demokrasi mengandung dua dimensi yaitu dimensi negatif dimana hak untuk melindungi seorang dari tindakan yang merugikan dan intervensi pemerintah Negara dalam hal hak-hak sipil dan politik adalah sesuatu yang sangat penting. Dimensi selanjutnya adalah dimensi positf dimana Negara melakuakan perlindungan hak sipil dn hak politik dan konsekuensinya dari itu mengaruskan Negara memberikan hak-hak social ekonomi bagi warga negaranya melalui peraturan atau lembaga peradilan. Negara dalam hal ini merupakan elemen yang kerusial dalam penegakan Hak Asasi Manusia, terutama dalam melindungin kepentingan masyarakat. Walaupun mungkin dalam melakukan perlindungan Haka Asasi Manusia yang mengandung dimensi negatif sulit untuk dilaksnakan karena Negara juga dihadapkan pada dilemma, dimana Negara yang berkawajiban melindnungi Hak Asasi Manusia harus beerhadapan dengan tindak-tindakan pemerintah yang melanggar Hak Asasi Manusia, terutama hak-hak sipil dan dan politik. Isu Hak Asasi Manusia merupakan isu sering dijadikan alat politis dan berbagai kepentingan dan golongan yang mengatasnamakan masyarakat maupun kepentingan penguasa suatau Negara yang mengatasnamakan kemanusiaan dan kaeadilan, Karena Hak Asasi Manusia senantiasa ditemapatkan sebagai jarinagan yang strategis untuk merespon sebuah persoalan yang sedang mencuat ditengah-tengah masyarakat. Berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang merupakan kasus yang mengandung reaksi dunia internasionasl. Namun, hal itu sering digunakan oleh kebanyakan Negara yang menpunyai kepentingan baik politik, eknomi, maupun ideology untuk inetervewnsi dengsan cara mempressure baik melalui sasalauran klebijkan lembaga internasional maupun melalaui saluran kebijakan lembaga irnternasional. Negara dalam system HAM tidak memilki hak, kepadanya hanya dipikulkan kewajiaban atau tanggung jawab obligation or responsibility untuk memenui hak-hak yang dimilki oleh individu atau kelompok yang dijamin dalam instrument-insterumen HAM. Jika Negara tidak mau atau tidak mempunayai keinginan memenuhi kewajiban itu, maka disinilah Negara tersebut dapat dikatakan telah melakukan pelangagaran HAM atau hukum intrnasional. Apabila pelanggaran yang dilakukan itu akan diambila alih oleh masyarakat internasioanal. Hukum HAM internasional dengan demikian member kemungkinan bagi individu dari suatau Negara mengahdapai sendiri negaranya dipanggung internasional. Hukum HAM internasional baru muncul sejak tahun 1945. Ketika adanya inplikasi dari bencana yang ditimbulkan oleh peningkaran dari kaum Nasi terhadap HAM. Masih segar dalam ingatan Negara-negara di dunia memutuskan bahwa peningkatan Ham dan kebebasan dasar haruslah merupakan satu diantara tujuan utama dari organisasi perseriaktan Bangsa-Bangsa. Banyak instrument HAM telah disahkan, termasuk deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dann Konvensi GenicideTahun 1948, Konvensi tentang Hak-hak Politik kaum peremmpuan Tahun 1952, peraturan standar minimum untuk pelakuan terhadap narapidana tahun 1957, Konvensi tentang penghapusan semua bentuk diskriminasi rasial Tahun 1965 dan persetujuan internasioanal tentang hak-hak sipil dan politik serta persetujuan internasioanal tentang hak-hak eknomi sosial dan budaya pada taghun 1966. Ketrlibatan PBB ayng serius dalam masalah HAM selama ini dicerminkan oleh minat regional yang semakin mweningkat pada persoalan Ham, hal ini diwujudkan dengan diberlakukannya pada tahun 1953 dan perkembangan yang kemudian terjadi dengan konvensi Eropa dengan HAM, pembentukan komosi antar Ameerika tentagn Ham tahun 1960, dan diberlakukannya konvensi Amerika tentang HAM pada tahun 1978. Dalam praktek, sumber yang penting dan berguna dari hukum HAM internasional adalah perjanjian-perjanjian internasional, yang secara jelas dan langsung menciptakan kewajiaban-kewajiban internasional bagi para perjanjian bersifat mengikatnya apabila perjanjian itu berlaku dan hanya berkenan d engan Negara-negara yang secara tegas menjadi menjadi peserta dari perjanjian tersebut. Negara merupakan suatau organisasi, bahkan beberapa pakar mengatakan bahwa Negara adalah organisasi demikian Negara merupakan elemen krusial dan bertanggung jawab dalam melakukan peerlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Pada dasarnya pertanggungjawaban Negara biasanya dilihat dari tiga bantuk yaitu pertama, menghormati obligation to respect dan yang kedua, dalam bentuk melindungi obligation to protect dan yang ketiga, pemenuhan obligation to fulfil. tanggung jawab yang pertama menurut Negara, khususnya orang-orangnya yang tidak melakukan apapun yang dapat melanggar hak-hak dan kebebasan dasar individu. tanggung jawab keduamenuntut Negara menganbil langkah-langkah yang diperlukan guna melindungi hak-hak dan kebebesan warga Negara di dalam wilayahnya. Dan tanggung ,jawab yang ketiga, Negra dituntut mengambil langkah-langkah yang perlu untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar warga negaranya. Adanya instrument Hak Asasi Manusia merupakan prestasi tersendiri dalam perjuangan penegakan Hak Asasi Manusia,yaitu tersedianya suatu pedoman yang dapat digunakan dalama memberikan penilaian terhadap prilaku sebagian anggota masyarakat,terutama perlakuan dari mereka yang berkuasa kepada mereka yang tidak berkuasa. Namun,suatu yang didasari dan tampaknya sulit diselesaikan dalam memberikan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia adalah adanya perbedaan yang tajam antara hasil yang telah dicapai dalam bentuk instrument Hak Asasi Manusia dengan implementasinya. Rendahnya efektifitas pelaksanaan instrument Hak Asasi Manusia salah satunya ditujukan oleh masih berlangsungnya praktek-praktek penyiksaan tindak kekerasan dan berbagai bentuk prilaku kejam terhadap manusia, yang merupakan wujud dari pelanggaran Hak Asasi Manusia terutama yang dilakukan oleh sesama warga masyarakat sendiri,sekalipun telah disahkan oleh Konvensi anti Penyiksaan sejak tahun 1984. Antonio Casesse, 1994xvi. Menurut Konvensi tersebut yang dimaksud dengan penyiksaan atau hukuman lain yang kejam adalah Segala tindakan yang dilakukan baik secara langsung atau tidak langsung oleh aparatur pemerintahan yang menimbulkan kesakitan atau penderita yang hebat baik jasmani ataupun rohani,secara terus menerus pada seseorang dengan tujuan mengancam. Memperoleh pengakuan,menghukum atau untuk meelakukan deskriminasi. Semua Negara mengambil langkah-langkah administrative, hukum yang efekif dan langkah-langkah lain untuk mencegah tindakan penyiksaan di wilayah manapun dibawah yuridiksinya Peter Baehr,dkk,1997706 Namun di lain pihak merebaknya “pengadilan massa” mencerminbkan kesadaran hukum masyarakat yang rendah karena mereka cenderung menyelesaikan masalah dengan melakukan memahami merebaknya “pengadilan massa” kiranya harus diletakkan dalam konteks luas terjadinya kekerasan pada hukum itu sendiri yang tidak dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat. 1. Pengakuan Terhadap Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia Konsep Hak Asasi Manusia adalah sebuah konsep inidijelaskan dalam Mukadimah Declaration des Droits de L’homme et du Citoyen“….Karena para wakil rakyat Perancis yang membentuk Dewan Perwakilan Rakyat menimbang-nimbang bahwa ketidaktahuan, Kelupaan pelecehan Hak-Hak Azazi Manusia merupakan satu-satunya penyebab kesengsaraan Rakyat dan Korupnya Pemerintahan, mereka memutuskan untuk memaklumkan Hak Asasi Manusia yang bersifat kodrati, tak terjual dan suci dalam sebuah deklarasi, supaya para anggota masyarakat senantiasa mencamkan deklarasi ini dan terus menerus ingat akan hak-hak dan kewajiban mereka; supaya tindakan kekuasaan legislative dan eksekutif setiap saat dapat disesuaikan dengan tujuan akhir setiap produk hukum dan dengan jalan itu menjadi lebih diperhatikan, supaya tuntuan para warga Negara yang didasarkan pada prinsip-prinsip yang sederhana dan kokoh dan senantiasa terarah pada pelestarian Undang-undang Dasar dan kebahagiaan semua orang. Oleh karena itu dalam kehadiran dan pertolongan ada yang tertinggi Dewan Perwakilan Rakyat ini mengakui dan memaklumkan hak-hak asasi manusia dan warga Negara sebagai berikut”. Menjelakan dalam mukadimah di atas Hak Asasi manusia itu bersifat. Pemahaman ini mengandung pradox, yaitu kodrati berarti melindungi Negara dan diatas hukum-hukum positif. Dengan demikian warga Negara wajib melindungi dan mengormati Hak-hak Asasi Manusia. Pada dasar hak Asasi MAnusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahan kan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapa pun. Of Cicpil Government juga menyebutkan individu selaku manusia pribadi memepunyai hak-hak kodrati yang melakat pada dirinya sejak dia lahir yang tidak boleh diganggu gugat oleh siapa saja, terutama oleh penguasa. Tujuan nya agar penguasa mengormati nilai-nilai dan norma-norma dasar harkat umat manusia, Hak Asasi manusia bukan merupakan pemebrian penguasa Negara. Isi dekalarasi Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-bangsa pada tahun 1948 menunjukan betapa pentingnya hak-hak dasar guna mewujudkan perdamaian dunia, saling hormat menghormati antar agama, antar umat manusia, satu dengan yang lainnya, berkedudukan sama sebagai ciptaan Tuhan yang Maha Esa tampa membedakan jenis kelamin, ras, suku, golongan, agama, sisial, politik ekonomi yang berlainan. Perinsip-prinsip Hak Asasi manusia yang bersipat universal dan standar-standarnya telah diterima pada level Internasional, tetapi pertanggungjawabkan dari Implementasi hak Asasi Manusia diserahkan kepada masing-masing Negara. Dalam sidang istemewa MPR yang diselenggarakan pada bulan Nopember 1988 telah disepakati keluarnya ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/`1988 tentang Hak Asasi Manusia . kemudian Undang Undang Dasar 1945 juga mengatur tentang Hak Asasi manusia yang pengaturannya terdapat dalam Bab XA Pasal 28 hruf a smapai dengan pasal 28 huruf j. ketetapan MPR tersebut berisi beberapa pertimbangan yaitu a. Bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dianugrahi hak dasar yaitu hak asasi pribadi untuk dapat mengembangkan diri pribadi, peranan dan sumbangan bagi kesejatraan hidup manusia. b. Bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamatkan pengakuan, penghormatan dan kehendak bagi pelaksanaan HAM dalam penyelengaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. c. Bahwa Bangsa Indonesia sebagian masyarakat dunia patut menghormati HAM yang termasuk dalam deklarasi universal HAM PBB serata sebagai Instrumen Internasioanal lainnya mengenai HAM. HAM yang dirumuskan dalam pasal 1 sampai dengan pasal 44 piagam HAM mengandung beberapa Hak yaitu 1 Hak untuk Hidup 2 Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan 3 Hak mengembangkan diri 4 Hak keadilan 5 Hak kemerdekaan 6 Hak atas kebebasan atas imformasi 7 Hak keamanan 8 Hak kesejahteraan Berdasarkan ketetapan MPR RI pasal 4 bahwa pelaksanaan penyuluahan, pengkajian, pemantauan, penelitian dan mediasi tentang HAM dilakukan oleh suatu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Undang-undang. Sesuai dengan ketentuan ketetapan tersebut pada atnggal 23 September 1999 telah diundang Undang-undang No 39 athun 1999 tentang Hak Asasi manusia, dalam Undang-undang ini terkandung hak untuk Hidup, berkeluarga dan melanjutkan keturunan, mengembangkan diri, memproleh keadilan, hak atas kebangsaan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejatraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita dan hak anak. Selain itu pemerintah membentuk Undang-undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan hak asasi manusia. Pelangaran hak asasi manusia yang termasuk dalam Undang-undang ini yaitu kejahatn genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Selain ini berupa konvensi yang telah di ratifikasi oleh pemerintah Indonesia antara lain 1. Konvensi janewa tanggal 12 Agustus 1949, dengan Undang-undang No. 59 1958, tanggal 4 Juli 1958. 2. Konvensi tentang hak politik kaum wanita convention on the political Right of Women. Dengan Undang-undang No. 68 tahun 1958, tanggal 17 Juli 1958. 3. Konvensi tetap penghapusan seegala bentuk diskriminasi terhdap wanita convetion on the Elimination of All Form Discrimination against, Women Undang-undang No. 7 Tahun 1984 4. Konvensi Hak anak covesion of the rights of theChild dengan keputusan presiden No. 36 tahun 1990, tanggal 25 Agustus 1990 5. Konvensi pelanggaran pengembangan produksi dan penyimpanan senjata biologis dan beracun serta pemusnahan convetion on the prhobilition of the Develoment, Production and stockpiling of bacteriological biological and Weapons and their Destruction, dengan keputusan presiden no. 58 tahun 1991, tanggal 18 Desember 1991. 6. Konvesi internasional terhdapa anti Apartheid dalam olah-Raga intenational Convention againstApartheid in Sport, dengan Undang-undang No. 48 tahun 1993, tanggal 22 Mei 1993. 7. Konvensi organisasi Buruh internasional Nomor 87 tahun 1998 tentang kebebasan berserikat dan perlindunagn hak untuk beroganisasi ILO Cconvention Concerning Freedom of Associattion and Protection on the Right to organize, dengan keputusan presiden nomor 83 tahun 1998, tanggal 5 Juni 1998. 8. Konvensi menetang penyiksaan pelakuan lain yang kejam, tidak Manusiawi, atau Merendahkan martabat Manusia convention Against torture and Other Inhuman or Degrading Tratment or Punisment , dengan Undang-UndangNo. 29 tahun 1998 tanggal 28 Septembar 1998. 9. Konvensi Itentang pengapusan semua bentuk Diskriminasi Rasial internatiobal Cconvention on the elimination of All Forms of Racial Descrimimantion, Undang-UndangNo. 29 Tahun 1999, tanggal 25 Mei 1999. Peraturan perundang-undangan yang mengatur Hak Asasi Manusia yang kita miliki dapat dikatakan cukup memadai sebagai landasan penegak hukum dan keadilan tetap berbagai fenomena pelanggaran Hak Asasi Manusia. Dengan demikian, pengaturan yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia dijadikan sebagai salah satu factor yang mendorong perlindungan Hak Asasi Manusia. 2. Isu keterbukaan Masalah keterbukaan adalah sebuah proyek yang tidak pernah mencukupi yang konon menjadi aspirasi masyarakat yang terus meruapaka salah satu tahapan dalam proses demokratisasi. pada dasarnya demokratisasi mengandung unsur akuntabilitas, transparasi yang di perlukan dalam dalam uoaya mendorong perlindungan HAK Asasi MAnusia memasuki era 1990-an, panggung politik kita diwarnai dengan discourse tentang demokrasi politik sebagian yang tidak dapat ditinggalkan dalam pemabangunan nasional. demokratisasi telah menjadi tuntutan public yang berintikan perubahan institusional seperti fungsionalisasi lembaga-lemabaga perwakialan rakyat dan perubahan perlaukuan terhadap esensi universilitas demokrasi, yang salah satunya brupa penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia. Demokrasi merupakan arti penting bagi masyarakat menggunakan sebab dengan demokrasi hak masyarakat utnukj menetukan sendiri jalannya organisasi Negara dijamin. isu keterbukaan erat kaitannya dengan demokratisasi, sehingga secara konsepsioanal kita mengacu pada 2 faktor yang konduksif untuk mewujudkan demokratisasi, yaitu Negara state dam masyarakat sipil civil society. Dalam kaitan ini, Indinesia telah memasuki babak baru dalam perbedaan sekitar demokrasi dan demokratisasi. ditingkat realitas politik, peran civil society diharapkan makin menguat sebabcivil society merupaka actor penting dalam upaya menuju demokrasi. Isu keterbukaan yagn harus bergulir mendapat respon yang positif dari pemerintah yang semakin toleran terhadap perubahan pada level masyarakat bahwa; yang semakin konteks ini, pemerintah tidak bisa melarikan diri dari kondisi Obyektif, disatu sisi mendapatkan tekanan-tekanan dari luar negeri dan disisi lain mengakomodasi tuntutan dari masyarakat di didalam negeri. pemerintah harus menjalankan politik akomodasi karena adanya perkembangan ekonomi budaya abik secara internasional maupuan nasioanal yang menuntut penyesuaian. Perkembangan kondisi obyek inilah yang memaksa pemerintah perlu mengadakan terbatas. Pada masyarakat sipil di Indonasia, banyak dijumpai dalam bentuk partisipasi politik non konvensional, seperti domontrasi ini merupakan peran yang mendapat dimaikan untuk menuju kea rah demokratisasi serta untuk mengartikulasikan tuntutanya, gejala ini semakin menemukan momentumnya karena-karena lembaga-lembaga formal dianggap lambing untuk mewujudkan karena itu, isi keterbukaan politik berpartisipasi secara politk, walaupun cara-cara yang mereka tempuh lebih bersifat agresif dan non konvensioanal. Indikasi keterbukaan dan kebebasan jelas nyata dalam Undang-undang Dasar 1945, hanya saja batasan keterbuakaan dan kebebasan menyatakan pendapat sanagt sulit untuk ditentukan karena pada hakekatnya kualitas kedua hal diatas lebih menyentuh masalah etik dan moral dari manusia sebagai warga Negara. Hak untuk keterbukaan, dan hak untuk menyatakan pendapat pada dasarnya mengandung konteks fakta dan kebenaran serta bermanfaat bagi kepentingan umum, Hak kebebasan mengeluarkan pendapat harus dibatasi dalam kasus-kasus dimana pernyataan publikasi yang bersangkutan akan melahirkan bahaya bagi eksitensi demokrasi itu sendiri lebih celaka lagi jika dalih-dalih kontitusional dibawa-bawa untuk menjustifikasi hak-hak itu. Padahal ayng dilakukan tidak lebih dari korupsi moral, tindakan criminal dan mengganggu ketertiban masyarakat Rudini,199421. Realiatas maasyarakat berada pada dua titik ektsrim, yitu pertama, kecendrunagn untuk memiliki kebebasan tampa batas yagn mudah meningkatkan kadar konflik lebih tinggi dan berlarut-larut sehingga masyarakat terpecah belah ke dalam kotak-kotak primordial. Kedua, kecendrungan untuk mematikan konflik yang menjurus pada sikap dan tingkah laku yang otoriter jika dilihat kembali kerangka pemikiran yang melandasi demokrasi pancasila adalah membangun system politik yang menekan pada harmoni dan selalu mengedepankan consensus tuntutan masyarakat doiera keterbukaan ada kecendrungan bahwa baru bahwa keterbukaan tersebut ibarat ’gelang karet’’ yang dapat direnggangkan dan dikecilkan tergantung pada kehinginan pemreintah. Namun demikian, bagaimanapun juga isu keterbukaan yang telah bergulir harus tetap direspon oleh pemerintah karena realitas obyektif memang mengharuskan demikian. Dengan demikian isu keterbukaan merupakan factor penting dalam upaya memberiakan perlindungan terhdapa Hak Asasi Manusia. 3. Keberadaan Kelas menengah Dalam buku The New Rich in Asia, karya Richard Robinson dan David S. Goodman sebagaimana termuat dalam forum keadilan, edisi khusus kelas menengah, ditampilkan diskripsi soal revolusi atau keabangkitan kelas menengah asia. Pertanyaan relavan yang diajukan adalah apakah ada dan jika ada, siapakah kelas menegah di Indonesia? Forum keadilan, Tahun V April 1996 Kelas menengah diartikan sebagai kelompok social yagn terdiri dari kaum intelektual, mahasiswa, kaum pengusaha, pedagang industry semua ilmuan, tampaknya iut bias menjadi gambaran siapa saja yang bias digolongkan kedalam kelas menengah di kelas menengah itu diharapkan dapat berperan menjadi pendorong perubahan situasi kearah demokratisasi. Kelas menengah diharapakan menajadi tumpuhan perubahan karena tidak terlepas darsejarah kehadiran kelas menengah itu sendiri pada umumnya para ilmuan menuju pada perubhan masyarakat eropa pada masa revolusi industry di abad ke 11, kaum borjuis sering dianggap generasi pertama kelas menengah. Mereka bukanlah para tuan tanah atau kelas budak. Tujuan meraka bukan untuk menjadi kelas bangsawan atau tuan tanah seenaknya memperkerjakan para budak. Mereka anti kebangsawanan dan arti pranata sosial yang memperbolehkan yang memperbolehkan memperbudak. Mereka berjuang dengan segala potensi yang meraka miliki. Berkat evolusi kapitalisme, mereka ternyata naik kelas atas. Karena pengalaman itu sering kajian kelas menengah identik dengan borjuis kejadian itu merupaka symbol perlawanan kelas pekerja terhadap pemilik modal dan tuan-tuan tanah yang memanfaatkan rakyat untuk kepentingan mereka. Menurut Daniel S Lev 1990 380 a. Bahwa sebuah kelas menengah telah tumbuh secara signifikan semasa orde baru sebagai akibat sampingan dari kebijakn ekonomi pemerintah; b. Bahwa sebuah porsi cukup besar dari kelas ini secara politik berpendirian,’’liberal’’disini berarti memilki kepedulian untuk menciptakan jarak antara Negara dan masyarakat. c. Bahwa kelas menengah liberal akan terlibat dalam aksi politik. Yang dimaksud kelas menengah disinilah adalah orang-orang yang berpendidikan sekuler dan bekerja dalam sector wisata. Yang paling penting dalam kalas menengah itu muncul golongan-golongan yang merasa independen, yang kurang terikat dengan elite politicdan social yang juga orang-orang yang tyerdidik yang mempunyai keahlian dan daya piker tertentu. Sebagian dari mereka menuntut perubahan karena kepentingan kereka atau sering juga karena merasa terdorong untuk memikirkan soal etika, norma dan keadilan. Kejadian dalam beberapa tahun terakhir, seperti Aliansi jurnalistik Indonesia AJI, perhatian kepada KOMNAS HAM dan PTUN, terbitnya buku-buku kritis mengindikasikan bahwa konflik social politik yang berasal dari perbedaan dan kepntingan idiologi di Indonesia sedang memuncak. Dalam konteks ini maka peranan kelas menengah tentu diharapkan untuk lebihmemacu perubahan digelarnya kearah yang lebih Demokratis. Peranan kelas Menengah dapat kita lihat dalam reaksi spontan dari Mahasiswa dengan melakukan aksi demokrasi yang dilakukan untuk menuntut penyeleksian kasus semanggi menewaskan rekan mereka, sesame mahasiswa. Mereka memberikan perlawanan baik turunan kejalan maupun memalui jalur hukum. 4. Peranan KOMNAS HAM Salah satu ciri Negara adalah “ a degree of civilization” yaitu tingkat peradaban Negara diwujudkan dalam pembangunan nasional , sedangkan pembangunan nasional bagi Indonesia merupakan pencerminan kehendak terus- menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan Negara yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila secara serasi dan sebagai kesatuan yang utuh. Melalui kegiatan pembangunan diharapkan kualitas hidup masyarakat Indonesia dapat adalah Negara yang berdasarkan pancasila dan Undang- Undang dasar 1945. Negara Republik Indonesia mengakui dirinya sebagai penjunjung tinggi HAM yang menjamin segala hak warga Negara bersamaan kedudukanya didalam hukum dan pemerintahan, sebagaiman tercantum dalam konstitusinya yaitu, UUD 1945. Suatu Negara hukum menururt Sri Soemantri, harus memenuhi beberapa unsur yaitu 1. Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan 2. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia warga Negara 3. Adanya Pembagian kekuasaan dalam Negara 4. Adanya pengawasan dari badan peradilan Dihubungkan dengan pernyataan diatas, tentang adanya jaminan terhadap HAM, maka dapat disimpulkan bahwa dalam setiap konstitusi sebuah Negara hukum haruslah ditemukan adanya jaminan tergadap HAM itu sendiri melipui bagian aspek kehidupan manusia, mulai dari hak untuk hidup, hak dalam bidang politik, hak tentang kebebasab bicara, hak dalam bidang hukum, dan lain- lain. Sebagaimana yang termuat dalam Pasal 8 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang selanjutnya akan disebut DUHAM, yang berbunyi “Setiap orang berhak atas penyelesaian yang efektif oleh peradilan nasional untuk mendapatkan perlindungan yang sama terhadap tindakan-tinadakan yang melanggar hak-hak dasar yang diberikan kepadanya oleh konstitusi atau oleh hukum. Salah satu bukti penghormatan bangsa Indonesia terhadap Hak Asasi Manusia adalah diaturnya Hak Asasi Manusia pada bab tersendiri didalam UUD 1945 yaitu pada bab X A dari Pasal 28 A Pasal 28 J. Khusus untuk HAM dalam bidang hukum, maka hal ini terkait erat dengan Asas Persamaan Kedudukan di dalam Hukum. Pengakuan terhadap hak azasi manusia di bidang hukum ini dapat ditemukan dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945, yaitu “segala warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerinthan itu dengan tidak ada kecualinya”. Dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 adalah berkenaan dengan persamaan kedudukan dalm hukum yang diwujudkan di dalam proses peradilan pidana sebagai asas equality before of law, yang mana setiap orang yang berhadapan dengan hukum diperlakukan sama dalam proses pemeriksaannya baik sebagai tersangka, terdakwa presumption of innocent, saksi, maupun korban. Menurut Mochtar Kusumaatmadja tujuan dari hukum adalah untuk ketertiban, kepastian hukum, serta dikaitkan ciri negara hukum dengan tujuan dari hukum itu sendiri orintasinya adalah demi menjadikan suatu masyarakat yang sejahtera secara adil dan merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis yang ditempuh melalui pembangunan mencapai masyarakat yang sejahtera, adil, serta demokratis maka sangat dibutuhkannya jamian HAM dan kepastian hukum dari Negara itu sendiri. Di Indonesia jaminan terhadpa HAM secara Eksplisit tertuang didalm UUD 1945 yaitu pada bab X A dari Pasal 28 A Pasal 28 J. KUHAP yang diklaim sebagai Karya Agung bangsa Indonesia, karena menekankan pada HAM dan ketentuan-ketentuan yang bersifat anti-tese HIR, ternyata masih banyak kelemahannya dari segi perlindungan HAM. Hal ini karena KUHAP tersebut perlindungan HAM-nya lebih menitik beratkan terhadap pelaku offender oriented, sedangkan perlindungan HAM terhadap saksi dan korban sangat tidak memadai. Beranjak dari cita-cita Negara hukum yang dihubungkan dengan tujuan hakim, maka pengaturan perlindungan saksi dan korban khususnya pelanggaran HAM yang berat diperlukan untuk ketertiban, kepastian hukum serta keadilan yang nantinya akan menjadikan msyarakat Indonesia adil dan makmur. HAM merupakan sekumpulan hak yang bersifat normatif atau merupakan legal rights .Sifat normatif ditandai dengan adanya landasan hukum secara internasional yang mengatur HAM. Norma-norma HAM yang terdapat di dalam instrument hukum HAM Internasional selanjutnya menciptakan kewajiban bagi Negara untuk melindungi dan menjamin HAM setiap individu. Sejak dibentuk pengadilan internasional tentang kejahatan perang di Nuremberg yang dikenal dengan dengan Nuremburg Trial setelah perang Dunia II, telah berkembang dalam hukum inetrnasional konsep tentang kewajiban Negara untuk melakukan pengusutan dan penghukuman terhadap pelaku kejahatan internasional yang serius, seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang sekaligus merupakan pelanggaran berat HAM. Dalam konteks kewajiban tersebut, termasuk pula didalamnya untuk memberikan restitusi atau kompensasi terhadap para terdapat banyak sekali perjanjian multilateral HAM yang memberikan kerangka hukum bagi kewajiban selain yang berasal dari hukum kebiasaan internasional. Pada saat ini, HAM telah diatur di dalam sejumlah instrument hukum HAM internasional. Berdasarkan hal tersebut maka pelanggaran HAM akan menjadi suatu persoalan internasioal dan tidak lagi dapat diklaim semata-mata sebagai urusan dalam negeri suatu Negara. Menyangkut pelanggaran HAM tidak dapat dianggap sebagai urusan dalam negeri suatu HAM internasional memiliki ciri berfokus pada Negara sebagai aktor utama dalam hukum internasional, untuk itu diatur pula kewajiban Negara menyangkut perlindugan dan jaminan terhadap HAM. Kewajiban Negara menyangkut HAM seperti yang telah diatur dalam berbagai instrument hukum HAM internasional, pada intinya menekankan pada dilaksanakannya penghukuman terhadap para pelaku pelanggaran HAM melalui proses pengadilan dan diberikannya ganti rugi atau rehabilitasi bagi para korban pelanggaran. “Dalam pelanggarannya selanjutnya, hukum internasional semakin mengukuhkan pentingnya pertanggungjawaban secara hukum atas tindakan pelanggaran HAM, baik yang termasuk kategori pelanggaran berat maupun kejahatan kemanusiaan crimes against humanity. Berbagai instrument hukum HAM internasional secara tegas mencantumkan kewajiban Negara guna menghukum pelaku kejahatan terhadap integritas fisik seorang. Penafsiran resmi berbagai badan internasional dan regional, maupun pendapat dari kalangan pakar terkemuka mengenai instrument-instrument tersebut secara berulang-ulang menekankan betapa pentingnya proses pengadilan dan penghukuman terhadap pelaku atas tindakan pelanggaran berat HAM yang telah dilakukan. Selain itu, konvensi-konvensi internasional mengenai HAM juga mengkukuhkan tentang arti pentingya ganti rugi atau rehabilitasi bagi korban tindak pelanggaran berat HAM.” Piagam PBB pada dasarnya mengandung sejumlah kaidah hukum HAM yang meletakkan sejumlah kewajiban yang bersifat mengikat setiap Negara anggota. Ketentuan yang mengatur, antara lain, terdapat di dalam Pasal 55 c yang mengatur PBB akan mempromosikan “universal respect for, and observance of, human rights and fundamental freedoms for all without distinction as to race, sex, language, or religion.”penghormatan menyeluruh atas hak-hak asasi manusia dan kebebasan tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama. Berkaitan dengan pasal diatas maka Negara-negara anggota PBB memiliki kewjiban untuk mempromosikan HAM sebagaimana yang diatur dalam pasal diatas. Namun, apabila suatu Negara melakukan tindakan yang bertentangan dengan kewajiban tersebut maka dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran terhadap Piagam PBB. Tindakan yang bertentangan denagan kewajiban menurut Piagam PBB memiliki konsekuensi sebagai pelanggaran terhadap Piagam PBB. Khusus berkaitan dengan pasal di atas, misalnya suatu Negara melakukan pelanggaran berat HAM. Sumber utama yang merupakan instrument hukum HAM internasional dikenal sebagai the International Bill of Human Rights. Instrument hukum tersebut terdiri dari Deklarasi Universal HAM, Perjanjian Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya ICESCR serta Perjanjian International tentang Hak Sipil dan Politik ICCPR beserta dua protocol tambahannya. Kewajiban Negara dalam soal HAM timbul sebagai komitmen dari Negara, seperti dinyatakan dalam pembukaan UDHR,”…member State have pledged themselves, in cooperation with the United Nations, the promotion of Universal respect for and observance of human rights and fundamental freedoms.”Negara anggota telah bekerjasama dengan PBB untuk meningkatkan penghormatan secara universal terhadap hak-hak asasi dan kebebasan. Hal ini juga dinyatakan di dalam bagian pembukaan pada ICESCR dan ICCPR, “..considering the obligation of State under the Charter of the United Nations to promote universal respect for, and observance of, human rights and freedom,” Kewajiban tersebut secara nyata harus diwujudkan oleh Negara yang dalam hal ini dilaksanakan oleh otoritas yudisaial, administrative, legislative, maupun oleh otoritas lainnya dalam bentuk dilaksanakannya remedi terhadap individu yang telah menjadi korban pelanggaran HAM, diatur dalam Pasal 2 ayat 3 ICCPR. Kewajiban tersebut secara nyata harus diwujudkan oleh Negara yang dalam hal ini dilaksanakan oleh otoritas yudisial, administrative, legislative, maupun oleh otoritas lainnya dalam bentuk dilaksanakannya remedi terhadap individu yang telah menjadi korban pelanggaran HAM, diatur dalam Pasal 2 ayat 3 ICCPR. Era globalisasi telah membawa Negara Indonesia kepada isu-isu HAM internasional. Politik bebas aktif pemerintah Indonesia yang terimplementasi di PBB, berdampak terhadap keharusan Indonesia untuk meratifikasi atau mengadopsi instrument-instrumen hukum tentang HAM ke dalam hukum positif Negara Indonesia sebagai penghormatan terhadap PBB dan merupakan slah satu standar dalam ppergaulan antar Negara yang nantinya menyangkut nama baik Negara Indonesia sendiri. Adapun instrument–instrumen hukum tentang HAM tersebut adalah seperti Undang-undang Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi Hak Sipil dan Politik Internasional Convenants on Civil and Political Rigths, Undang-undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Semua bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita Convention on The Elimination of All Form of Discrimination Againts Women , Undang-undang No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia Convention Againts Torture and Other Cruel, Inhuman, or Degrading Treatment or Punishment, dan Undang-undang Sejumlah HAM yang dikenal dewasa ini, diantaranya merupakan kategori hak-hak yang memiliki sifat tertentu. Berkaitan dengan hal tersebut terdapat sejumlah HAM yang pelaksanaanya boleh ditunda, yaitu termasuk kategori ini antara lain hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk bergerak, hak untuk berkumpul, dan hak untuk berbicara. Ada sejumlah HAM yang tidak boleh ditunda pelaksanaannya dalam keadaan apapun, yaitu termasuk ke dalam kategori non-derogable rights. Hak-hak yang termasuk kategori ini antara lain hak untuk hidup, hak untuk tidak dianiaya, hak untuk tidak diperbudak dan diperhamba, hak untuk tidak dipenjara karena tidak mampu membayar hutang, hak persamaan di depan hukum, hak untuk tidak diberlakukan hukum yang berlaku surut dan hak untuk bebas berpikir, berhati nurani, dan beragama. Dalam perkembangannya, pelanggaran terhadap sejumlah HAM yang bersifat non-derogable rights ada yang memberikan kualifikasi sebagai suatu pelanggaran HAM berat. Pendapat yang mengatakan penggunaan kata berat’ bermaksud untuk menggambarkan tingkah kerusakan, kerugian, atau penderitaan yang sedemikian hebatnya akibat dari pelanggaran HAM berbagai kasus pelanggaran HAM berat, seringkali pusat perhatian lebih ditunjukan kepada para lebih ditekankan pada persoalan bagaimana menangkap, mengadili, dan menghukum para pelaku. Sementara hak-hak para korban yang bersifat massal cenderung diabaikan. Setiap pelanggaran terhadap HAM, apakah dalam kategori berat’ atau bukan, senantiasa menerbitkan kewajiban Negara untuk mengupayakan pemulihan reparation kepada para korbannya. Dengan demikian, pemenuhan terhadap hak-hak korban harus dilihat sebagai bagian dari usaha pemajuan dan perlindungan HAM secara reparation atau pemulihan adalah hak yang menunjuk kepada semua tipe pemulihan baik material maupun non material bagi para korban pelanggaran HAM; pemulihan itu dikenal dengan istilah kompensasi, restitusi dan dengan demikian merupakan bentuk umum dari berbagai bentuk pemulihan kepada para korban. Pentingnya korban memperoleh pemulihan sebagai upaya menyeimbangkan kondisi korban yang mengalami gangguan, dengan tepat dikemukakan oleh Muladi saat menyatakan Korban kejahatan perlu dilindungi karena pertama, masyarakat dianggap sebagai suatu wujud system kepercayaan yang melembaga system of institutionalized trust. Terjadinya kejahatan atas diri korban akan bermakna penghancuran system kepercayaan tersebut sehingga pengatuaran hukum pidana dan hukum lain yang menyangkut korban akan bermakna penghancuran sistem kepercayaan tersebut. Kedua, adanya argument kontrak sosial dan solidaritas sosial karena Negara boleh dikatakan memonopoli seluruh reaksi sosial karena Negara boleh dikatakan memonopoli seluruh reaksi. E. Penutup Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap pokok permasalahan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut 1. Penataan hukum dalam perlindungan HAM di Indonesia perlu dimulai dengan prinsip-prinsip perlindungan mengenai HAM menurut Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia DUHAM yaitu a. Prinsip Universalitas dimaksudkan bahwa Hak Asasi ini adalah milik semua orang karena kodratnya sebagai manusia. b. Prinsip Pengakuan Indivisibility and Interpendence of different rights. Dalam rangka memenuhi HAM maka tidak dapat dipisahkan antara pemenuhan hak-hak sipil dan politik dengan pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan buday karena ruang lingkup dari kedua bidang hak ini saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. 2. Faktor-faktor yang mendorong perlindungan HAM di Indonesia, yaitu Magna Charta Liber tahum merupakan salah satu perundang-undangan Hak Asasi Manusia yang lahir sebagai perjuangan rakyat terhadap penguasanya yang juga merupakan pedoman dalam menegakan Hak Asasi Manusia dalam kehidupan bernegara. Pada dasarnya dalam dinamika kehidupan bernegara, ada tiga hal yang tidak bias dilepaskan dan konteks pembicaraan, yaitu, pertama, masyarakat menjadi elemen utama Negara. Kedua, Negara yang menjadi institusi organisasi kekuasaan dan merupakan wadah ekspresi masyarakat dalam mengartikulasi berbagai kepentingannya. Ketiga, adalah akses yang muncul dari relasi masyarakat dan Negara, dan akses ini berwujud pada masalah hak asasi dari ndividu yang merupakan bagian dari masyarakat dan bernegara. DAFTAR PUSTAKA Andrey Sujatmoko, Tanggung Jawab Negara Atas Pelanggaran HAM Berat Indonesia, Timor Leste dan Lainnya, Grasindo, Jakarta, 2005 ArifGosita, Masalah Perlindungan Anak Edisi Pertama-Cetakan Kedua, CV. Akademika Perssindo, 1989. __________, Masalah Korban Kejahatan, Akademika Pressindo, Jakarta, 1993. Amiruddin, dkk. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2004 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Edisi Revisi, cetakan keempat, 2005. Barda Nawawi Arif, Beberapa Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1998. Chaerudin dan Syarif Fadillah, Korban Kejahatan dalam Perpektif Viktimologi dan Hukum Pidana Islam, Ghalia Pers, Jakarta, 2004. Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007. Soeharto. Perlindungan Hak Tersangka, Terdakwa, dan Korban Tindak Pidana Terorisme. Refika Aditama. Bandung. Juni. 2007. Erikson Hasiholan Gultom, Kompetensi Mahkamah Pidana Internasional dan Peradilan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan di Timor-timur, PT. Tatanusa, Jakarta. Haryomataram, Hukum Humaniter Hubungan dan Keterkaitannya dengan Hukum Hak Azasi Manusia Internasional dan Hukum Pelucutan Senjata, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004. LilikMulyadi, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan Permasalahannya, Alumni, Bandung, 2007. _____________Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Victimologi. Djambatan. Jakarta. 2004. Mansyhur Effendi, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia HAM dan proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia HAKHAM, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005. Marianus Kleden, Hak Asasi Manusia dalam masyarakat Komunal, LAMAMERA. Yogyakarta. 2008. Mien Rukmini, Perlindungan HAM Melalui Asas Praduga Tak Bersalah dan Asas Persamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Alumni, Bandung, 2003. Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, cetakan ke-2, 2006. Muladi ed, Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsepdan Implikasinya Dalam Perspektif Hukum Dan Masyarakat, RefikaAditama, Bandung, 2005. R. Wiyono, Pengadilan Hak asasi di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2006. R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta 2005 Romli Atmasasmitha, Kapita Selekta Hukum Pidana Internasional, Utomo, Bandung, 2004. SatyaArinanto, Hak asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, Pusat studi hukum tata Negara Fakultas Hukum Universiats Indonesia, Jakarta, 2005 Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Almuni, Bandung, 1992. Soedjono Dirjdjosisworo, Pengadilan Hak Asasi Manusia Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002 . ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Metode Penelitian Hukum. Raja Grafindo PersadaDkk AmiruddinAmiruddin, dkk. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2004Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita, Raja Grafindo PersadaM DikdikDikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hak Tersangka, Terdakwa, dan Korban Tindak Pidana Terorisme. Refika AditamaH Soeharto. Perlindungan Hak Tersangka, Terdakwa, dan Korban Tindak Pidana Terorisme. Refika Aditama. Bandung. Juni. Hak Asasi Manusia IndonesiaSoedjono DirjdjosisworoSoedjono Dirjdjosisworo, Pengadilan Hak Asasi Manusia Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002. Dari hasil penelitian yang telah penulis paparkan, bahwa ada perbedaan yang sangat mendasar mengenai pengaturan terhadap penghormatan terhadap HAM. Yang mana dalam UUD 1945 pra amandemen pengaturan tentang HAM bisa dikatakan sangatlah minim sekali kalau tidak ingin dikatakan tidak ada yaitu hanya 1 Pasal saja, sedangkan enam pasal yang lain mengatur mengenai HAW. Hal ini dikarenakan HAM yang bersifat individual menurut Soepomo dan Soekarno bertentangan dengan kepribadian bangsa dan negara Indonesia yang berlandaskan kepada asas kekeluargaan. 194 287 Adapun dalam UUD 1945 amandemen pengaturan mengenai hak asasi lebih komplit. Dalam UUD 1945 amandemen bukan saja mengatur mengenai HAM melainkan juga mengatur mengenai HAW, kewajiban asasi manusia KAM dan juga kewajiban negara terhadap hak asasi. Sehingga dengan demikian penulis memberikan analisis terhadap pengaturan HAM dalam UUD 1945 adalah sebagai berikut a. HAM Menurut UUD 1945 pra amandemen. Pengaturan mengenai penghormatan dan perlindungan terhadap HAM yang singkat ini dikarenakan adanya beberapa faktor, yaitu pertama pada waktu pembahasan dalam sidang BPUPKI mengenai HAM dilakukan sebelum lahirnya Universal Declaration of human right deklarasi universal hak-hak asasi manusia. Kedua karena adanya perbedaan pendapat mengenai perlindungan HAM itu Dengan hanya dicantumkan tujuh pasal saja yang berkaitan dengan hak-hak asasi, maka ada beberapa sarjana misalnya Mahfud MD, Jimly Asshidiqie dan Harun Al-Rasyid menyatakan bahwa dalam UUD 1945 sebetulnya tidak mengatur mengenai Hak Asasi Manusia. Hal ini sebagaimana Mahfud MD katakan, bahwa dalam UUD 1945 tidak memuat pasal mengenai penghormatan dan perlindungan terhadap HAM melainkan hanya pengaturan HAW Hak Asasi Warga Negara. Lebih lanjut menurut Mahfud MD, bahwa antara HAM dengan HAW terdapat perbedaan yang mendasar. HAM pada dasarnya di pahami sebagai hak-hak yang dimiliki manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat, jadi bukan berdasarkan hukum positif yang berlaku, melainkan berdasarkan 195 Perbedaan tersebut terutama mengenai apakah Hak Asasi Manusia perlu diatur dalam Undang-Undang Dasar atau tidak? 288 martabatnya sebagai Dengan kata lain bahwa HAM di dasarkan pada faham bahwa secara kondrati manusia itu, dimanapun, mempunyai hak-hak bawaan yang tidak bisa dipindah, diambil dan dialihkan. Sedangkan dalam HAW, hak itu hanya mungkin diperoleh karena seseorang mempunyai status sebagai warga Sedangkan status warga negara ini diberikan oleh negara pemerintah. Jadi HAW ini bukan hak yang melekat pada diri seseorang sebagaimana dalam HAM, melainkan hak yang timbul karena pemberian negara pemerintah. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Jimly Asshidiqie. Menurutnya ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945 lebih banyak mengatur mengenai HAW Citizens right atau the citizens constitutional rights daripada HAM. Bahwa hak konstitusional warga negara hanya berlaku bagi orang yang mempunyai status warga negara, sedangkan bagi warga negara asing tidak dijamin. Lebih lanjut Jimly Asshidiqie mengatakan bahwa satu-satunya hak yang berlaku bagi setiap penduduk adalah dalam rumusan Pasal 29 ayat 2 UUD 1945. Bahkan oleh Harun Al-Rasyid, UUD 1945 itu sama sekali tidak memberikan jaminan apapun mengenai HAM. Menurutnya yang diperdebatkan antara Soekarno-Soepomo dengan Hatta-Yamin hanya berkenaan dengan substansi Pasal 28 UUD 1945. Lebih lanjut Harun Al-Rasyid menyatakan bahwa Pasal 28 UUD 1945 itu sama sekali tidak memberikan jaminan mengenai adanya pengakuan konstitusional akan hak dan kebebasan berserikat freedom of assosiation, berkumpul 196 Franz Magnis Suseno, Etika Politik Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Cet. Ketiga, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991, hlm. 121. 197 Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia Studi Tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan, Cet. Kedua, Rineka Cipta, Jakarta, 289 freedom of assembly, dan menyatakan pendapat freedom of expression. Karena Pasal 28 UUD 1945 hanya menyatakan bahwa hak-hak tersebut akan ditetapkan dengan undang-undang. Artinya, sebelum ditetapkan dengan undang-undang, hak itu sendiri belum Namun dalam hal ini, menurut interpretasi Soepomo, kalau sudah tercantum dalam UUD berarti suatu jaminan, meskipun belum ada undang-undang atau peraturan Adapun mengenai minimnya pengaturan HAM dalam UUD 1945 menurut Sumobroto dan Marwoto dikarenakan pengaturan mengenai HAM disesuaikan dengan falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Selengkapnya Sumobroto dan Marwoto mengatakan “UUD 1945 mengangkat fenomena HAM yang hidup di kalangan masyarakat. Atas dasar itu, HAM yang tersirat di dalam UUD 1945 bersumber pada falsafah dan pandangan hidup bangsa, yaitu Pancasila. Penegakan HAM di Indonesia sejalan dengan implementasi dari nilai- nilai Pancasila dan kehidupan bernegara dan berbangsa”.200 Terkait dengan pernyataan dari Sumobroto dan Marwoto diatas, penulis berpendapat bahwa kurang tepat jika minimnya pengaturan mengenai HAM di Indonesia dikarenakan disesuaikan dengan pandangan hidup dan falsafah Pancasila. Karena pada dasarnya HAM merupakan bersifat universal. Maksudnya adalah bahwa HAM itu merupakan hak yang melekat pada diri manusia sejak kelahirannya yang berlaku secara universal tidak memandang kondisi sosial, ekonomi, dan politik maupun kelas sosial, faham yang dianutnya. Sedangkan Adnan Buyung Nasution menilai bahwa dengan sikap dan 198 Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia, Ibid. 199 Ibid. 200 290 pandangan partikularistik201 hal ini adalah bukti nyata betapa sistematisnya upaya penguburan terhadap prinsip-prinsip fundamental HAM di Indonesia. Sebab dengan menyatakan bahwa bangsa Indonesia memiliki konsepsi dan persepsi tersendiri mengenai HAM berarti telah mengingkari kenyataan bahwa manusia Indonesia sesungguhnya sama dan sederajat dengan manusia-manusia di muka bumi Namun pendapat-pendapat yang mengatakan bahwa UUD 1945 tidak mengatur secara tegas mengenai HAM mendapat bantahan dari beberapa sarjana, antara lain oleh Dahlan Thaib dan Muhammad Tahir Azhari. Menurut mereka UUD 1945 telah memuat mengenai HAM. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Dahlan Thaib, bahwa UUD 1945 sangat menghargai HAM. Bahkan Dahlan Thaib pun menolak anggapan yang mengatakan bahwa UUD 1945 tidak mengatur mengenai HAM. Menurutnya, jika diteliti UUD 1945 dari sudut pandang HAM, akan ditemukan lebih banyak didalamnya daripada banyak orang menduga bahwa ia tidak mengandung HAM atau beberapa pasal saja yang secara langsung mengenai Dengan demikian, maka Dahlan Thaib melihat ada 15 HAM yang diatur dalam UUD 1945 baik dalam pembukaan, batang tubuh maupun alam penjelasan. Hak-hak tersebut yaitu 1. Hak menentukan nasib sendiri alenia I pembukaan; 2. Hak akan warga negara Pasal 26; 3. Hak Persamaan di depan hukum Pasal 27 ayat 1; 4. Hak untuk bekerja Pasal 27 ayat 2; 5. Hak untuk hidup layak Pasal 27 ayat 2; 201 Pandangan partikularistik adalah pandangan yang menilai bahwa HAM disesuaikan dengan kebudayaan dan adat-istiadat setempat yang bersifat khas. 202 Adnan Buyung Nasution, Arus Pemikiran Konstitusionalisme Hak Asasi Manusia dan Demokrasi, Kata Hasta Pustaka, Jakarta, 2007, hlm. 46. 203 Dahlan Thaib, Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum dan Konsitusi, Cet. Kedua, Liberty, Yogyakarta, 2000, hlm. 87. 291 6. Hak untuk berserikat Pasal 28; 7. Hak untuk menyatakan pendapat Pasal 28; 8. Hak untuk beragama Pasal 29 ayat 2; 9. Hak untuk membela negara Pasal 30; 10. Hak untuk pendidikan Pasal 31; 11. Hak akan kesejahteraan sosial Pasal 33; 12. Hak akan jaminan sosial Pasal 34; 13. Hak akan kebebasan dan kemandirian peradilan Penjelasan Pasal 24 dan Pasal 25; 14. Hak untuk mempertahankan tradisi budaya Penjelasan Pasal 32; 15. Hak mempertahankan bahasa daerah Penjelasan pasal 31.204 Pernyataan dari Dahlan Thaib diatas diperkuat oleh Muhammad Tahir Azhary. Menurutnya, adalah suatu anggapan yang keliru jika mengatakan UUD 1945 tidak atau kurang menjamin HAM. Tepatnya Tahir Azhary mengatakan “Apabila diperhatikan baik pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945, ternyata cukup banyak memperhatikan hak-hak asasi... berdasarkan itu, UUD 1945 mengakui hak-hak asasi individu, tetapi tidak berarti seperti kepentingan perseorangan atau komunisme-fasisme yang mengutamakan masyarakatnya atau negaranya. Dengan demikian kepentingan hak asasi individu diletakkan dalam rangka kepentingan masyarakat. Hak asasi individu diakui substansinya, namun dibatasi jangan sampai melanggar hak individu lainnya ataupun hak asasi orang banyak atau masyarakat”.205 b. HAM Menurut UUD 1945 amandemen. Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, maka dapat dikatakan bahwa pengaturan mengenai HAM di dalam UUD 1945 amandemen telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. bahkan Jimly Asshidiqie berpendapat bahwa ketentuan baru yang diadopsi ke dalam UUD 1945 setelah perubahan kedua pada tahun 2000 termuat dalam Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J, ditambah dengan beberapa ketentuan lainnya yang tersebar di beberapa pasal. Karena itu, 204 Op Cit , hlm. 34. 205 Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia Dari UUD 1945 Sampai Dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, Cet. Ketiga, Kencana, 292 perumusan tentang hak asasi manusia dalam konstitusi Republik Indonesia dapat dikatakan sangat lengkap dan menjadikan UUD 1945 amandemen sebagai salah satu UUD yang paling lengkap memuat ketentuan yang memberikan perlindungan terhadap Meskipun demikian pengaturan HAM dalam UUD 1945 amandemen mendapat kritik dari beberapa sarjana antara lain oleh Majda el Muhtaj dan Saldi Isra. Majda el Muhtaj menjelaskan bahwa dalam redaksional dan jangkauan lingkup HAM yang dimuat dalam hasil perubahan kedua UUD 1945 masih terbilang sangat sederhana, bahkan tidak menggambarkan sebuah komitmen atas penegakan hukum dan HAM. Selanjutnya, menurut el Muhtaj ketidak jelasan lainnya juga terlihat dari penekanan muatan HAM yang tidak jelas sebagai akibat dari penggabungan muatan HAM dengan muatan HAM lainnya yang sebenarnya tidak sejalan atau sinkron, misalnya Pasal 28C yang menggabungkan hak atas kebutuhan dasariah dengan hak mendapatkan pendidikan dan seni Adapun Saldi Isra berpendapat bahwa materi muatan HAM dalam perubahan kedua UUD 1945 tidak konsisten dalam merumuskan kategorisasi hak-hak asasi, apakah pembagiannya menurut kategori hak sipil dan hak ekonomi, sosial, budaya, ataukah mendefinisikannya dengan menggunakan pembagian atas derogable rights dan non derogable rights, ataukah merumuskannya dengan cara memuat hak- hak individual, komunal dan vulnerable Menurut penulis sendiri, meskipun pengaturan hak asasi dalam UUD 1945 amandemen tidak memuat kategorisasi atau pengelompokan 206 Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia, Loc Cit, hlm. 25. 207 Majda El Muhtaj, Loc Cit, hlm. 115. 208 Ibid. 293 sebagaimana kritik yang disampaikan oleh Saldi Isra diatas. Namun jika dicermati dan ditelusuri, dalam UUD 1945 amandemen dapat diketemukan mengenai HAM, HAW, KAM dan juga tanggung jawab negara. Adapun terkait dengan HAM itu sendiri, dalam UUD 1945 amandemen HAM dapat dikelompokkan atau dikategorikan kedalam delapan kelompok hak asasi yaitu 1 Hak yang tidak dapat dikurangi non derogable right; 2 Hak-hak sipil; 3 Hak-hak Politik; 4 hak- hak ekonomi; 5 Hak-hak Sosial; 6 Hak-hak budaya; 7 Hak-hak Khusus; dan 8 Hak-hak atas Pembangunan. 1. Kelompok non derogable Right hak yang tidak dapat dikurangi.209 a. Hak untuk hidup; b. Hak untuk tidak disiksa; c. Hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani; d. Hak beragama; e. Hak untuk tidak diperbudak; f. Hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum; g. Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut. 2. Kelompok Hak-Hak Sipil. - Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya Pasal 28A; - Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah Pasal 28B ayat 1; - Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum Pasal 28D ayat 1 209 294 - Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan Pasal 28D ayat 4; - Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamnya Pasal 28E ayat 1, - Setiap orang bebas memilih kewarganegaraan Pasal 28E ayat 1, - Setiap orang bebas memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali Pasal 28E ayat 1; - Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya Pasal 28E ayat 2; - Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaanya, serta berhak atas rasa aman Pasal 28G ayat 1; - Setiap orang berhak atas perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Pasal 28G ayat 1; - Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia Pasal 28G ayat 2; - Setiap orang berhak memperoleh suaka politik dari negara lain Pasal 28G ayat 2; - Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapakan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu Pasal 28I ayat 2; 295 3. Kelompok hak-hak politik. a. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikaran secara lisan dan tulisan dan sebagainya Pasal 28; b. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat Pasal 28E ayat 3; 4. Kelompok hak-hak ekonomi. a. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan adil dan layak dalam hubungan kerja Pasal 28D ayat 2; b. Setiap orang bebas memilih pekerjaan pasal 28E ayat 1, c. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun Pasal 28H ayat 4; 5. Kelompok hak-hak sosial. a. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia Pasal 28C ayat 1; b. Setiap orang bebas memilih pendidikan dan pengajaran pasal 28E ayat 1, c. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Pasal 28F d. Setiap orang berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia Pasal 28F; 296 e. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal Pasal 28H ayat 1 f. Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat Pasal 28H ayat 1; g. Setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan pasal 28H ayat 1; h. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya serta utuh sebagai manusia yang bermartabat Pasal 28H ayat 3; 6. Kelompok hak-hak budaya. Identitas budaya dan hak masyarakat dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban Pasal 28I ayat 3; 7. Kelompok Hak-Hak Khusus. a. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang Pasal 28B ayat 2; b. Setiap anak berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi Pasal 28B ayat 2; c. Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai kesamaan dan keadilan Pasal 28H ayat 2; 8. Kelompok hak-hak atas pembangunan. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya Pasal 28C ayat 2; Selain HAM dalam UUD NRI 1945 juga diatur mengenai HAW. Sebagaimana telah penulis singgung bahwa HAW adalah hak yang lahir karena adanya pemberian dari negara atau pemerintah. 297 Sehingga HAW ini hanya berlaku bagi warga negara Republik Indonesia. Setidaknya ada empat macam HAW yang diatur dalam UUD NRI 1945. Adapun HAW tersebut adalah 1. Setiap warga negara berhak ikut serta dalam upaya pembelaan negara Pasal 27 ayat 3; 2. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan Pasal 27 ayat 2; 3. Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan Pasal 28D ayat 3; 4. Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan Pasal 31 ayat 1. UUD NRI 1945 selain mengatur mengenai HAM dan HAW juga mengatur mengenai KAM dan tanggung jawab negara. Adapun kewajiban asasi dan tanggung jawab negara tersebut adalah 1. Kewajiban asasi manusia. a. Segala warga negara wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya Pasal 27 ayat 1; b. Setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara Pasal 27 ayat 3; c. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Pasal 28J ayat 1; d. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi tuntutan keadilan sesuai dengan nilai-nilai agama, 298 moralitas dan kesusilaan, keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis Pasal 28J ayat 2; e. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar Pasal 31 ayat 2. 2. Tanggung jawab negara. a. Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah Pasal 28I ayat 4; b. Untuk menegakkan dan melindungi hak-hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan Pasal 28I ayat 5; c. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu Pasal 29 ayat 2; d. Pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar pasal 31 ayat 2. Diaturnya HAM dan HAW di dalam UUD 1945 amandemen menandakan bahwa setiap orang dimanapun ia berada harus dijamin hak-hak asasinya. Sedangkan dalam hal kewajiban asasi, berarti bahwa setiap orang dimanapun ia berada, juga wajib menjunjung tinggi hak- hak asasi orang lain sebagaimana mestinya. Sedangkan diaturnya hak dan kewajiban asasi dalam UUD 1945 amandemen merefleksikan bahwa bangsa dan negara Indonesia adalah manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab sebagaimana yang tercantum dalam sila kedua Pancasila. 299 Dengan demikian maka negara hukum Pancasila telah memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas potensi dan martabat manusia. Karenanya ajaran HAM berdasarkan negara hukum Pancasila dijiwai dan dilandasi asas normatif theisme-religious a. Bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta sila I dan II sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia. b. Bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia KAM. Artinya, HAM akan tegak hanya berkat umat manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta, sebagai integritas moral martabat manusia. c. Kewajiban asasi manusia KAM berdasarkan filsafat Pancasila adalah - Manusia wajib mengakui sumber HAM life, liberty, property adalah Tuhan Yang Maha Pencipta sila I yang menganugerahkan dan mengamanatkan potensi kepribadian jasmani dan rohani sebagai martabat luhur kemanusiaan. - Manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pecipta atas semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia. - Manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta, atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada kepribadian manusia.210 Sementara itu pemahaman HAM dalam negara hukum Pancasila, oleh Albert Hasibuan didasarkan pada a. HAM dipahami dalam terminologi hubungan atau relationship. Hak harus dilihat dalam hubungannya dengan masyarakat secara keseluruhan, dan pada saat yang sama masyarakat atau suatu komunitas berhubungan dengan hak-hak seorang individu; b. Dalam pengembangan hak asasi manusia, berarti menerima adanya kewajiban atau tanggung jawab manusia, hak asasi manusia tidak dapat dibicarakan tanpa adanya implikasi langsung dari kewajiban masyarakat untuk menghormati HAM; c. HAM harus dipahami sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Pemahaman ini menunjukkan bahwa pada akhirnya hanya ada satu hak, yaitu hak untuk menjadi manusia, atau right to be 210 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Loc Cit, hlm. 392-393. 211 300 7. Persamaan di Depan Hukum equality before the law. Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, maka asas persamaan di depan hukum equality before the law, mempunyai arti bahwa memberlakukan semua warga negara baik itu rakyat maupun pemerintah adalah sama. Oleh penulis hal ini dipahami bahwa setiap perbuatan yang dilakukan oleh warga negara maupun oleh pemerintah harus di pertanggungjawabkan di hadapan hukum. Selain itu asas persamaan di depan hukum equality before the law juga mengandung arti bahwa setiap orang juga mendapatkan perlakuan yang sama equal treatment dihadapan hukum. Maksud dari perlakuan yang sama adalah jika ada dua orang bersengketa datang ke hadapan hakim Pengadilan, maka kedua orang yang bersengketa tersebut harus diperlakukan sama oleh hakim audi et alteram partem. Perlakuan yang sama ini bertujuan agar memberikan jaminan adanya akses untuk memperoleh keadilan access to justice bagi semua orang tanpa memperdulikan latar belakangnya. Agar terciptanya keadilan bagi semua orang dalam proses peradilan maka setiap orang yang berperkara di pengadilan harus memperoleh pembelaan dari advokat. Ini artinya kalau orang yang mampu mempunyai masalah hukum, orang tersebut dapat menunjuk seorang atau lebih advokat untuk membela kepentingannya. Sebaliknya seorang yang tidak mampu juga dapat meminta pembelaan dari seorang atau lebih pembela umum public defender sebagai pekerja di lembaga bantuan hukum legal aid institute untuk membela kepentingannya dalam suatu perkara hukum. Akan terjadi ketidak adilan jika hanya orang yang mampu saja yang dibela oleh advokat dalam masalah hukum, sedangkan orang tidak 301 mampu fakir miskin tidak memperoleh pembelaan karena tidak sanggup membayar uang jasa fee seorang Dengan demikian maka tidak ada diskriminasi dihadapan hukum, dihadap hukum semua orang diperlakukan sama. Setiap orang yang diajukan di dalam pengadilan harus mendapatkan proses yang adil dengan tidak membeda-bedakan orang dan latar belakangnya, seperti latar belakang gender, sosial ekonomi, agama ras, warna kulit maupun keturunannya. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 4 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Sebagaimana telah penulis nyatakan di atas bahwa dalam asas persamaan di depan hukum equality before the law, baik warga negara maupun pemerintah harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Berkenaan dengan hal tersebut maka pemerintahpun dapat dituntut di hadapan pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Menurut penulis penuntutan terhadap pemerintah dapat dilakukan melalui dua cara yaitu melalui peradilan tata usaha negara dan peradilan tata negara. Terkait dengan hal tersebut, pada konsep rule of law hukum ditegakkan secara adil dan tepat. Karena semua orang mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum, maka ordinary court dianggap cukup untuk mengadili semua perkara termasuk perbuatan 212 Frans H. Winata, Bantuan Hukum Sebagai Hak Konstitusional Fakir Miskin,

pengakuan dan perlindungan ham mengandung arti